Telpon umum di salah satu sudut jalan Ketandan Yogyakarta, sudah tidak berfungsi. Kotor dan tidak terawat. Entah, apa tujuan mempertahankannya dalam ketidak pedulian.
Melihatnya, terasa sangat mengganggu akan bayang kenangan kejayaan telpon umum waktu itu. Tidak sedikit orang rela antri untuk menggunakannya. Ada yang menyiapkan sejumlah koin dari rumah karena ingin bercerita tentang sesuatu. Dari yang penting, sampai sekedar ingin bicara kepada seseorang yang bersedia mendengarkannya di seberang sana.
Ada pula yang menghubungi stasiun radio swasta untuk request lagu serta kirim salam kepada teman satu kelas atau gebetan dari sekolah sebelah.
Berbicara lewat telpon umum tanpa harus mengalami perjumpaan, sesuatu yang menyenangkan waktu itu. Walau jarak dengan yang terhubung lewat telpon umum, hanya dapat terlayani secara lokal, dalam satu kota.
Melihat telpon umum yang rusak, mengingatkan akan banyak kata yang telah terangkai di alat komunikasi tersebut dalam bingkai waktu yang lamat-lamat sulit untuk dicari batasannya. Apalagi saat berbicara dengan Tien lewat telpon umum. Perempuan peranakan Tionghoa yang mampu menggetarkan hati.
Matanya sipit, rambutnya lurus dan kulit sedikit kuning menjadi daya tarik sendiri. Apalagi saat Tien memakai gaun merah ditambah senyum yang tergambar dari bibir tipisnya.
Sebagaimana aneka lampion dengan berbagai ukuruan mulai nampak menghiasi rumah sekaligus toko yang menjadi tempat tinggal di sepanjang Jalan Ketandan Yogya. Semakin menggoda rindu untuk mengajak Tien menikmati berbagai gelaran acara yang terselenggara di Kampoeng Ketandan dari 24 Februari sampai 2 Maret.
Seluruh kegiatan dimulai pukul 18:00. Aneka lampion yang tergantung menjadi tanda keindahan serta kecantikan perpaduan warna merah dan aneka pernak pernik hiasan lainnya. Terang lampu dalam lampion mengingatkan terang sosok perempuan Tionghoa yang manis, mampu membuat terang hati di kala duka. Malioboro dan Kampoeng Ketandan bagai perempuan Tionghoa yang cantik.
"Tiiinnn......!" Suara klakson mobil mengagetkan sekaligus membuyarkan lamunan tentang Tien, dengan tampilannya yang selalu lincah dan gaya potongan rambutnya pendek. Menjadikan dirinya selalu nampak segar serta energik.
Jalan Ketandan tidak begitu lebar, semua kendaraan yang lewat harus pelan-pelan. Bangunan toko sekaligus rumah selalu nampak khas walau beberapa diantaranya mulai berubah mengikuti jaman dan perkembangan arsitektur modern.
Kampoeng Ketandan pasti ramai dan padat saat Pekan Budaya Tionghoa XIII berlangsung selama sepekan. Semoga hujan tidak akan mengganggu kemeriahan acara ini. Menurut mitos, hujan di awal tahun baru Tionghoa merupakan keberuntungan serta pertanda kelancaran rejeki selama setahun mendatang.