Lihat ke Halaman Asli

Hidup Bahagia Ala Filsuf Stoisisme (Penulis Syafa Salsabilla)

Diperbarui: 22 November 2022   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                   Doc Internet

            Dewasa ini, seringkali kita dihinggapi oleh rasa khawatir akan kesibukan, masa depan, hingga rasa tidak percaya diri dalam menjalani hidup. Setiap individu pasti pernah mengalaminya, terlebih di era modern seperti saat ini. Kehilangan orang tersayang, sulitnya mendapatkan pekerjaan, serta beragam kejadian lainnya juga telah mempengaruhi kondisi kesehatan mental kita. Sulit untuk membayangkan cara agar dapat bahagia kembali dalam situasi seperti itu.

            Melihat kondisi ini, rasanya  sangat rentan untuk kita mengidap depresi dan kecemasan yang tiada henti. Tak jarang pula perubahan-perubahan yang terjadi mendorong kita untuk mudah kecewa oleh keadaan. Namun, perlu dipahami bahwa segala problema tersebut berkaitan erat dengan kualitas kebahagiaan kita. Maka dari itu, segala hal yang terjadi di luar kendali kita perlu diupayakan agar tidak berdampak besar terhadap pikiran kita.

            Marcus Aurelius mengungkapkan bahwa kebahagiaan itu dapat terasa ketika kita mampu berdamai dengan diri sendiri. Kata “berdamai” di sini menyiratkan agar kita sebagai manusia dapat memilih untuk tetap fokus terhadap hal yang bisa kita kendalikan.

Lantas, bagaimana cara memperoleh kebahagiaan dalam hidup? 

            Mempelajari prinsip hidup ala filsafat stoisisme merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kebahagiaan. Stoisisme ialah sebuah aliran filsafat Yunani kuno yang dilahirkan oleh Stoa. Filsafat kuno ini diikuti oleh beberapa filsuf asal Yunani, seperti Marcus Aurelius, Seneca, bahkan Epictetus. Filsafat stoisisme melatih manusia untuk tetap tangguh dalam menghadapi kehidupan yang sangat dinamis ini. Inti kajian dari filsafat Stoisisme ialah dikotomi kendali.

            Dalam buku yang berjudul “Filosofi Teras” karya Henry Manampiring, dijelaskan bahwa dikotomi kendali merupakan suatu pemahaman yang berfokus pada apa yang bisa kita dikendalikan dan tidak bisa kita kendalikan. Tentu saja kita sebagai manusia ialah objek yang dimaksud oleh dikotomi tersebut, dan kita berperan sebagai pengendali dalam ajaran filsafat Stoa ini.

            Menyoal tentang pengendalian diri memang menjadi sorotan utama dalam filsafat  stoisisme. Kaum stoa sendiri memposisikan kebahagiaan bukan dari hal – hal eksternal, melainkan melalui kedamaian batin (peace of mind) yang berasal dari internal diri. Di dalam konsep stoisisme, kita harus mampu membedakan hal yang dapat kita kendalikan dan hal yang tidak dapat kita kendalikan.  

            Di dalam filsafat stoisisme kita diminta untuk memperbaiki cara pandang kita terhadap suatu hal. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Marcus Aurelius, ia beranggapan bahwa penderitaan yang kita alami sebenarnya disebabkan oleh diri kita sendiri. Sejatinya kitalah yang dapat menentukan kebahagiaan ataupun penderitaan yang ingin kita rasakan.

            Jadi, tidak semua hal yang kita lakukan dapat kita kendalikan. Mau ataupun tidak, pasti terdapat suatu hal yang di luar kendali kita. Bahkan dapat dikatakan apa yang di bawah kendali jauh lebih sedikit ketimbang apa yang berada di luar kendali kita. Yang berada dalam kendali kita hanyalah segala sesuatu yang berasal dari tindakan dan pikiran kita sendiri, selain hal tersebut kita tidak dapat mengendalikannya. Bahkan rasa kecewa yang diderita pun berasal dari asumsi kita sendiri sebagai respon atas perlakuan orang lain.

Tips Hidup Bahagia lewat Filsafat Stoisisme

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline