Oleh: Najwa Khabiza Egaikmal --- Content Writer Intern Growth Center
Memahami emotional agility ---Be the best version of yourself sudah menjadi petuah yang familiar dan mendalam.
Dalam perjalanannya, kepercayaan diri kita tidak selalu berada dalam puncak terbaik. Ketakutan dalam pikiran dan perasaan ragu akan kemampuan diri seringkali membelenggu kita. Namun, apakah pikiran dan perasaan ragu tersebut menjadi tanda bahwa kita tidak mampu melakukan sesuatu?
Kabar baiknya, tidak. Emosi yang tercipta dari rasa takut juga dirasakan oleh sebagian banyak orang.
Seperti apa pemaparan Susan David, seorang penulis buku Emotional Agility: Get Unstuck, Embrace Change, and Thrive in Work and Life tentang belenggu pikiran yang paling umum yang dimiliki manusia.
Salah satu dari belenggu tersebut adalah thought blaming, di mana manusia seringkali berpikir "Bisa tidak ya sampai ke titik itu? Sepertinya tidak." atau yang lebih spesifik "Saya memang tidak bakat belajar" tepat setelah gagal lulus tes. Dan yang lebih sering membatasi pertumbuhan diri kita adalah, "Saya malu, jadi lebih baik tidak usah dilakukan"
Konsep emotional agility adalah kemampuan manusia membangun relasi yang baik terhadap pikiran dan perasaannya melalui pengelolaan emosi. Lebih jelasnya, kita mengenali dan mengakui bahwa dinamika emosi dari pikiran dan perasaan itu normal karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Akan tetapi, mempercayainya atau tidak adalah sebuah pilihan.
Tantangan Menjadi Versi Terbaik dari Diri: Ketidakpastian
Tantangan ketidakpastian akan masa depan mengundang perasaan takut dan menciptakan emosi negatif yang membuat kita tidak nyaman. Utamanya saat ingin mencapai hal-hal yang kita inginkan.
Fakta seperti "Penerimaan di tempat kerja X hanya 2% dari semua pendaftar" membuat kita pesimis dan ragu akan diri sendiri. Atau, "AI di masa depan akan menggantikan banyak pekerjaan di dunia."
Semua ketidakpastian ini terkadang menghambat pertumbuhan diri. Sebab, otak manusia secara berkala menilai apa yang aman dan tidak aman dalam kehidupan kita. Dalam konteks ini, otak selalu berusaha yang terbaik untuk menjaga diri kita dari ancaman. Apapun yang tidak bisa kita prediksi, akan dianggap sebagai bahaya. Ketidakpastian adalah salah satunya.