Setelah runtuhnya ekonomi nasional pada fase pasca perang membuat Jepang memilih strategi pemulihan ekonomi dengan menjalin aliansi Jepang-AS. Hal ini memberikan keuntungan besar bagi perekonomian Jepang. Terlebih, pemerintah AS telah menjamin sepenuhnya keamanan Jepang. Dengan menigkatnya kekuatan komunis dan terbelahnya semenanjung Korea, membuat Jepang perlu membangun hubungan (ekonomi) dengan negara-negara lain. Salah satunya yaitu di kawasan Asia Tenggara karena faktor geografis dan potensi pasar yang cukup menjanjikan.
Dalam sejarah hubungan Jepang-Asia Tenggara, Sudo Sueo, Profesor Nanzan University Jepang, yang banyak meneliti hubungan Jepang dengan Asia Tenggara, mengidentifikasi tiga orientasi dasar kebijakan Jepang terhadap negara-negara di kawasan ini: Pertama, kebijakan Jepang hingga pertengahan 1960-an yang menitikberatkan pada diplomasi ekonomi; Kedua, perubahan dari diplomasi ekonomi ke pembangunan kawasan di Asia Tenggara; Ketiga, perubahan signifikan dari keterlibatan di kawasan Asia Tenggara ke hubungan dengan organisasi ASEAN yang dimulai sejak pertengahan 1970-an.
Salah satu kebijakan penting Jepang adalah dimulainya fase awal Official Development Assistance (ODA) bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara sejak tahun 1965 yaitu di satu sisi turut mendorong proses pembangunan di kawasan Asia Tenggara, dan di sisi lain semakin memantapkan hubungan ekonomi Jepang dengan negara-negara penerima donor, serta demi menjaga suplai bahan mentah serta menciptakan pasar potensial bagi produk-produk Jepang.
Kemudian, pada fase krusial kebijakan AS terhadap Asia Tenggara juga memasuki tahap baru: melindungi Vietnam Selatan dari ekspansi ideologi komunis. Pemerintah Jepang pun memutuskan bergabung dalam aliansi Barat untuk membagi beban ekonomi, terutama dalam menyuntik dana serta turut mengupayakan rencana pembangunan kawasan. Setelah berakhirnya perang Vietnam, Jepang mulai beralih dari keterlibatan di kawasan Asia Tenggara ke hubungan dengan organisasi ASEAN.
Pada tahun 1977, ODA Jepang memberikan kebijaka bantuan luar negeri kepada ASEAN melebihi AS dengan dikeluarkannya Doktrin Fukudan . Inti dari Doktrin Fukudan yaitu a) Jepang tidak akan pernah menjadi negara adidaya militer; (b) Jepang akan menjalin hubungan dengan rasa saling pengertian dan rasa saling percaya terhadap negara-negara Asia Tenggara; (c) Jepang akan bekerja sama secara positif dengan seluruh negara ASEAN sebagai mitra sejajar.
Sejak 1980-an, kerja sama ekonomi Jepang-ASEAN terus mengalami peningkatan intensitas. Beberapa perusahaan Jepang mulai merencanakan investasi langsung ke negara-negara ASEAN. Meningkatnya hubungan investasi ini pula yang kemudian mendorong Tokyo untuk memikirkan lebih eksplisit mengenai perannya di kawasan Asia Tenggara.
Pada periode-periode selanjutnya pasca-Fukuda, kerja sama ekonomi Jepang dengan ASEAN terus meningkat. Lahirnya doktrin baru yang turut menguatkan ruh Dokrin Fukuda, yaitu pada 1987 (Doktrin Takeshita), tahun 1997 (Doktrin Hashimoto) dan tahun 2002 (Doktrin Koizumi). Kebijakan ekonomi Jepang secara umum terhadap ASEAN tidak terlalu banyak berubah sejak periode Fukuda, yakni masih dalam kerangka trilogi: aid, trade, dan investment.
Situasi sulit yang dihadapi Jepang selama dekade 1990-an membuat banyak peneliti menilai masa depan Jepang sangat mengkhawatirkan jika tidak diantisipasi dengan baik. Mike M Mochizuki, telah meneliti perubahan konstelasi ekonomi-politik domestik serta luar negeri Jepang pada era 1990-an. Perekonomian Jepang pada era Koizumi ini mengalami kemunduran serta munculnya disorganisasi sosial yang disebabkan oleh rapuhnya sistem politik dan kegagalan partai politik dalam memenuhi kewajiban mereka terhadap konstituen. Adapun banyaknya politisi dan birokrat yang terlibat skandal korupsi.
Keterlibatan Jepang dalam zona aktif perang dengan dikirimnya pasukan Japan Self Defence Forces (JSDF) ke Irak bulan Oktober 2001 ini mengindikasi meningkatnya peran aktif Jepang dalam Dunia Internasional. Hal ini merupakan upaya Koizumi dalam meningkatkan kemampuan pertahanan Jepang dengan mengelarkan anggaran untuk meningkatkan status Japan Defence Agency menjadi Kementerian. situasi ini menunjukkan betapa kompleksnya persoalan yang dihadapi Koizumi Karena itu, upaya membangun kerja sama ekonomi yang lebih mesra dan komprehensif dengan ASEAN melalui kesepakatan pada traktat ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partherhip (AJCEP) pada 8 Oktober 2003 menjadi strategi sangat penting bagi Jepang. ASEAN dipandang penting dalam mendukung dan mempertahankan kemajuan ekonomi Jepang. Traktat ini tidak hanya dimaknai sebagai perubahan strategi ekonomi Jepang, tetapi sekaligus sebagai langkah serius Jepang dalam mengamankan kepentingan ekonominya di kawasan ASEAN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H