Salam sodara-sodara sekalian, ni ari gw ngecoba buat mengangkat persoalan yang sangat berkesan yang gw temui beberapa hari yang lalu, persoalan mendasar yang tak kunjung juga terselesaikan oleh Pusat yang selalu bergelimang kekayaan dan kemewahan. kalau ngeliat judul gw pikir sampean semua jelas sudah Ngeh dengan soalan apa yang coba gw ulas, biasa lah pak mas bro dan buk mbak sis ni soalan soalan nya kaum elit (ekonomi sulit) yang tersebar hampir diseluruh pelosok desa di nusantara ini. Soalan kaum elit yang biasa dipanggil Petani atau Pak Tani ini gw pikir bukan soalan baru, ini mah persoalan klasik yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan, kalau istilah gw mah siapapun pemimpin nya Petani tetap saja sengsara.
Tumben-tumbenan ni gw mau nulis kayak ginian? Begini pak mas bro dan buk mbak sis, gw ini putra terbaik nya seorang petani dan mungkin saja dikemudian hari justru gw yang akan menemui kehidupan kaum elit yang coba gw angkat kepermukaan ini (maklum saja gw ini termasuk golongan madesu alias masa depan suram).
Sebelum kita membahas lebih jauh ada baik nya kita sedikit mengulas mengenai apa itu petani. Petani yang dalam istilah medis (istilah kedokteran) nya merupakan seseorang yang bekerja pada lahan perkebunan ataupun lahan pertanian yang dalam kehidupan sehari-harinya bergantung pada hasil perkebunan maupun pertanian (yg biasanya disebut petani persawahan). Nah loe, cespleng otak sampean kalo udah ngebaca tulisan gw.
[caption id="attachment_190869" align="alignnone" width="300" caption="Doc Pribadi loc: Air Satan/Tanah Periuk"][/caption]
Okelah kita mulai saja, kemarin ni ceritanya gw pergi kesawah setelah celingak-celinguk memperhatikan padi yang semakin botak dihajar tikus, gw istirahat sejenak sambil ngobrol dengan tetangga sebelah yang kebetulan sedang panen, cerita yang ga jauh dengan soal pertanian tentunya, setelah cerita ngalor-ngidul gw jadi mikir, miris banget ya nasib petani di Negeri ini. Bayang kan pak mas bro dan buk mbak sis, Bapak tua temen gw ngobrol tadi menceritakan lahan garapan nya pada periode ini dengan luas 0,5hektare atau (50 meter) menghasilkan 16 karung gabah, belum dikurangi 3 karung ni untuk upah pemetik (pemanen padi), jadi secara keseluruhan gabah milik Bapak tua tersebut berjumlah 13 karung lagi, buset dah.
Dalam hitungan normal jika luas lahan 0,5hektare akan menghasilkan kurang lebih25karung gabah, dengan catatan tanpa ada gangguan dari hewan pengerat dan hama, namun dalam periode sekarang ini Bapak tua yang terlebih dahulu panen disamping lahan pertanian gw hanya mendapat13karung gabah, yang jika dihitung dalam bentuk beras maka akan menghasilkan kurang lebih650kg beras. Miris amat ni nasib bapak, lah nasib gw sendiri gmn nanti? Waduh bisa-bisa ga kebayar ni semua utang gw, gimana mau nge deposit duit di bank kalau panen periode ini terancam gagal? Eleh, eleh, eleh..mimpi kali mau naik haji jika begini ceritanya.
Dalam pembicaraan singkat dengan bapak tua tersebut diketahui biaya yang dikeluarkan si Bapak tua selama menggarap sawah sbb :
Pupuk 150kg = Rp. 390.000,-
Obat (racun hama) 6 kaleng @ Rp. 90.000,- = Rp. 540.000,-
Upah tanam + bajak sawah = Rp. 1.000.000,- (+)
Total biaya = Rp. 1.930.000,-
Dengan hitungan harga beras periode saat ini seharga Rp. 6.000,-/ kilogram
Laba = hasil produksi x harga gabah - biaya produksi
650 kg beras x Rp. 6.000,-= Rp. 3.900.000,-
Maka
Hasil produksi = Rp. 3.900.000,-
Biaya produksi = Rp. 1.930.000,- ( - )
Laba = Rp. 1.970.000,-
Guna mendapatkan perhitungan gaji per hari dengan asumsi hari kerja selama 6 bulan atau 180 hari
Laba: jumlah hari = Rp. 1.970.000,- : 180 hari = Rp. 10.944,5,-
Dengan asumsi hari kerja selama 6 bulan (180 hari) maka dalam perhitungan diatas didapatkan upah harian Bapak tua tersebut sebesar Rp. 10.944,5,- atau Rp. 11.000,-./hari
Bujubuneng Rp. 11.000,- / hari upah si Bapak tua selama menggarap lahan pertanian nya, kalau dipikir secara logika mana bisa hidup kalau kayak gini caranya? Ck,ck,ck. Masih mau protes kalau beras mahal pak mas bro dan buk mbak sis? ga malu sampean?
Sampean seh enak, jikalau beras harga nya membumbung tinggi tinggal teriak-teriak aja didepan Istana Negara. Sampean mana mau mikir nasib kami dipedesaan kayak gini? Beras mahal, beras murah kami tetap saja melarat. Menteri pertanian yang konon ceritanya membawahi soalan petani gw yakin dan percaya gak bakalan Ngeh dengan soalan ginian, petinggi-petinggi di Jakarta mah Cuma sibuk Impor Beras dari Vietnam, Thailand dan India mana mau mereka pusing-pusing mikirin sulit nya mencari Pupuk, mana mungkin mereka mau pusing-pusing mikirin sulitnya mencari Obat tanaman, mereka cuma tahu nya dibelakang meja tanda tangan secarik kertas trus bobo siang, ala mak jang apes amat jadi petani. Kalau lah bisa pensiun, gw mah dari dulu mau pensiun jadi petani tapi sayang nya ga ada pilihan lain buat gw dan sodara-sodara gw lain nya.
Jikalau melihat hitung-hitungan diatas, apa ga miris tu? Sampean pikir aja sendiri, gw males mikirin kayak ginian, mending gw mikirin jadi orang kaya raya seperti Nazarudin ataupun Miranda G, punya mobil mewah, property dimana-mana, Deposit yang ga bakalan habis sampai 7 turunan dan gw yakin akan mempunyai seorang isteri yang cantik rupawan, buseet dah serasa mau tetap hidup 1000 tahun kalau begini mah, tapi sayang nya semua itu hanya mimpi karena diwaktu gw terjagagw tetaplah seorang petani.
[caption id="attachment_190870" align="alignnone" width="300" caption="Doc Pribadi loc: Desa Lesing"]
[/caption]
Petani yang memberi makan anak bangsa dinegara ini akan tetap saja miskin melarat dan bodoh, karena petani merupakan alat yang paling jitu untuk menarik perhatian dan popularitas serta tujuan guna meraih impian
Selamatkan Petani Indonesia dari Kepunahan
Salam petani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H