( Lanjutan dari >> Solusi TNI vs POLRI? Ya ABRI Reformasi! [Bagian 2] )
Bisa disimpulkan pokok masalah belum tuntasnya pemisahan dan reformasi internal TNI & POLRI ada 3, yaitu masalah kesejahteraan polisi dan prajurit, masalah struktur politik, dan wilayah kewenangan antara TNI & POLRI yang tidak jelas. Dan ketiga masalah tersebut berakar dari upaya pengkapling-kaplingan SISHANKAMRATA (Sistem Pertahanan & Keamanan Rakyat Semesta) yang sudah usang.
Mengapa usang? Karena dewasa ini ancaman terhadap HANKAMTIBNAS (Pertahanan, Keamanan, Ketertiban Nasional) sudah berkembang sedemikian rupa terutama ancaman nonkonvensional seperti terorisme, kejahatan terorganisir, kejahatan perbankan, kejahatan IT, kejahatan spekulan kurs & ancaman lintas nasional lainnya. Sementara itu SISHANKAMRATA kita masih bertumpu pada TNI/POLRI sebagai kekuatan utama dimana TNI bertanggung jawab terhadap "kapling" pertahanan nasional sedangkan POLRI yang bertanggung jawab terhadap "kapling" keamanan nasional.
Meskipun demikian musuh bersama (common enemy) yang kita hadapi tetaplah sama sejak zaman penjajahan 3,5 abad yang lalu, yakni penetrasi ideologi asing yang ingin mereduksi bahkan mengganti konsensus dasar lahirnya NKRI yakni Pancasila & UUD 1945 (Naskah Asli). Dewasa ini pihak2 asing sudah semakin lihai & licin, strategi penetrasinya tidak lagi mengutamakan hard penetration dengan mengirimkan pasukan ekspedisi untuk menjajah negara lain, tetapi sekarang dominan soft penetration (dikombinasikan hard penetration) ideologi neokomunisme, neokapitalisme, neoliberalisme, neofeodalisme, khilafahisme, American Evangelism, neokolonialisme-imperalisme (nekolim) dll.
Oleh karenanya, persoalan utama (al-qadhiyah al-mashiriyah) bangsa ini tidak lain adalah memerangi soft/hard penetration ideologi2 asing tersebut sebelum berhasil sepenuhnya menggulingkan Pancasila & UUD 1945 (Naskah Asli). Legitimasi Pancasila sudah berhasil digoyang bersamaan dengan runtuhnya Orde Baru, UUD 1945 (Naskah Asli) telah diperkosa dengan amandeman yang kebabablasan hingga 4 kali padahal substansi yang dipermasalahkan Agenda Reformasi hanyalah masa jabatan Presiden (Soeharto) yang kelewat panjang.
UUD 1945 (Naskah Asli) harus dikembalikan ke fitrahnya untuk kemudian diubah melalui addendum & Pancasila dikuatkan legitimasinya sebagai asas utama (bukan tunggal) kehidupan berbangsa & bernegara. GBHN juga harus kembali diberlakukan dengan memperhatikan aspirasi seluruh elemen bangsa, jangan lagi memakai RPJP/RPJM yang eksekutif-sentris sebagai blue print pembangunan. Namun jalan menuju kesana masih panjang dan berliku, oleh karenanya saat ini yang bisa dilakukan pemangku kepentingan berkaitan dengan problematika SISHANKAMRATA khususnya untuk memngatasi konflik TNI-POLRI adalah :
Menetapkan SISHANKAMTIBNAS (Sistem Pertahanan, Keamanan & Ketertiban sebagai sebagai kerangka konseptual HANKAMRATA yang dianut NKRI melalui UU HANKAMTIBNAS. Penambahan unsur ketertiban dikarenakan tidak cukup Indonesia mampu menangkis segala bentuk penetrasi ideologi2 asing & bebas dari segala bentuk ancaman/masalah keamanan nasional. HANKAMNAS semacam itu sulit direalisasikan & tidak akan langgeng tanpa didukung masyarakat yang taat aturan.
- HANKAMTIBNAS melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah & diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan & berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan NKRI, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dan melindungi keselamatan segenap bangsa & seluruh tumpah darah bangsa dari setiap ancaman.
Sementara itu untuk urusan kebijakan & strategi HANKAMTIBNAS dirumuskan oleh Koordinator Strategi Pertahanan, Keamanan & Ketertiban Nasional (KOSHANKAMTIBNAS) yang merupakan lembaga setingkat Kementerian Koordinator yang dijabat secara kolektif kolegial oleh KSABRI, Menhan, dan Mendagri, berkoordinasi dengan Kemenkumham, Kemenlu, Kemenkominfo, BIN, Kehakiman/Kejaksaan, Keimigrasian dan instansi lain yang dianggap perlu, dimana jabatan kolektif ini menggantikan jabatan Menkopolhukam yang absurd.
- Mengapa absurd? Karena dalam Perpres 24/2010 menyebutkan Menkopolhukam membawahi dan mengkoordinasikan kementerian yang diantaranya adalah Kemendagri & Kemenlu sementara dalam pasal 8 ayat 3 UUD Amandemen
keblinger menyebutkan tugas kepresidenan dijalankan Mendagri, Menlu & Menhan secara kolektif & kolegial jika Presiden & Wapres mangkat, berhenti/diberhentikan secara bersama2. Lha terus Menkopolhukam kedudukannya di atas pelaksana tugas kepresidenan gitu?
KOSHANKAMTIBNAS sesuai dengan amanat UU Pertahanan Negara No. 3/2002 Pasal 5 yang menyatakan bahwa "Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI sebagai satu kesatuan pertahanan." Transformasi ABRI sebagai integrated arm forces meningkatkan koordinasi antar institusi sehingga tugas pokok HANKAMTIBNAS tidak dikapling2 sesuai ancaman masing2.
Mengatur dan menertibkan organisasi TNI & POLRImelalui UU ABRI dimana unsur militer yakni TNI yang terdiri AD, AL & AU serta unsur paramiliter yakni POLRI adalah satu kesatuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dimana AD, AU, AL dan POLRI dipimpin kepala staf, yakni KSAD, KSAU,KSAL dan Kaspolri(Kepala Staf Kepolisian Republik Indonesia) yang bertanggungjawab dan komandonya berada di bawah Presiden RI sebagai Panglima Tertinggi ABRI.
Dalam menjalankan keseharian tugas dan fungsi komando, Presiden dibantu oleh KSABRI (Kepala Staf ABRI) yang merupakan jabatan setingkat menteri. KSABRI dijabat bergiliran dari AD,AL,AU dan POLRI. KSABRI diangkat / diberhentikan / dinonaktifkan / diperpanjang masa jabatannya oleh Presiden dengan meminta persetujuan DPR dengan mempertimbangkan secara objektif aspek moral, kepribadian, dan kemampuan profesi. KSABRI mengepalai MABES ABRI yang bertanggung jawab atas masalah administratif-organisatoris TNI-POLRI, dimana komando operasional didelegasikan kepada Kepala Staf Angkatan masing2. MABES ABRI memilki kedudukan setingkat kementerian di bawah koordinasi KOSHANKAMTIBNAS.
KSAD, KSAU, KSAL & Kaspolri diangkat oleh Presiden dari minimal 3 calon Kepala Staf yang diajukan Presiden ke DPR. Demikian halnya dengan pemberhentian penonaktifan perpanjangan masa jabatan harus dengan persetujuan DPR dengan mempertimbangkan secara objektif aspek moral, kepribadian, dan kemampuan profesi. Atau jika ingin menerapkan demokrasi dalam tubuh ABRI, jabatan KSAD, KSAU, KSAL & Kaspolri dipilih oleh anggota kesatuan masing-masing dari minimal 5 bakal calon Kepala Staf yang diajukan Presiden ke DPR, untuk disaring menjadi 3 calon. Namun perlu diperhatikan juga bahwa demokratisasi dalam tubuh TNI-POLRI/ABRI akan memperuncing politik internal & terbentuknya faksi2 dalam tubuh TNI-POLRI/ABRI.