Lihat ke Halaman Asli

Sikap Pabowo Terhadap Ahok & Bu Mega Terhadap Jokowi ?

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sikap Pabowo Terhadap Ahok & Bu Mega Terhadap Jokowi ?

Penulis sedikit mencoba membahas apakah sikap Prabowo / Gerinda terhadap Ahok sama dengan Sikap Bu Mega  / PDIP terhadap Jokowi. Dirasakan cukup menaraik karena keduanya pernah diusung oleh Prabowo dan Bu Mega saat Pilkada yang hasilnya cukup mengejutkan peta perpolitikan Indonesia, dimana orang lebih condong melihat figur yang diusung daripada partai yang mengusung.  Perubahan ini cukup berdampak luas, sehingga banyak mencengangkan partai politik di Indonesia. bahkan menggelisahkan partai yang condong rasialis, khususnya terhadap minoritas baik etnis maupun agama.   Sebaliknya ini membuat masyarakat terhentak bangun dan sadar  karena ada harapan baru  yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Seolah-olah pemimpin Indonesia adalah yang itu-itu saja,  dimonopili oleh petinggi-petinggi partai saja.

Terlepas dari motivasi masing-masing tokoh Prabowo maupun Bu Mega sampai ada kesepakatan mengangkat kedua orang yaitu Jokowi dan Ahok yang sama sekali bukan tokoh maupun pengurus partai ataupun sudah banyak berjasa kepada partainya. Selain hanya melihat kedua orang tersebut memiki kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Bahkan Ahok yang dadakan dipilih oleh Prabowo untuk dipasangkan kepada Jokowi. Jokowi sedikit beda karena Bu Mega sudah mengenalnya dan pernah diusung saat menjadi walikota Solo, rekam jejak Jokowi setidaknya terekam terus oleh Mega.

Dari rekam jejak diatas, maka sangat beda antara motivasi Prabowo  dan Mega dalam mengusung jago-jago-nya.  Perbedaan ini akan terlihat begitu nyolok saat :

1.Pilleg, Bu Mega mengusung Jokowi untuk nyapres. Kemarahan besar di tubuh Gerinda, dimana mulai mengungkit masalah lalu. hingga Hasyim menuduh Jokowi – Ahok ingkar janji, karena telah membiayai kampane pilkada keduanya dengan jumlah uang sangat besar untuk mengurusi DKI, namun kenataan Jokowi nyapres menjadi lawan beratnya.  Namun terbantahkan bahwa yang di klaim biaya besar, ternyata untuk biaya iklan ntuk mempromosikan diri Prabowo dalam persiapan  capres 2014.

2.Bu Mega menghadapi protes-protes prabowo dengan santai saja, bahkan apapun yang diungkapan hampir tidak memberi reaksi secara langsung. Konsistensi Bu Mega mencapreskan Jokowi karena sudah ada perhitungan dan pengamatan yang cukup mendalam, sehingga pencapresan Jokowi membuat semua gerang.  Bahkan bu Mega tetap menghargai Ahok, walaupun yang mencalonkan adalah Prabowo. Ahok berperan cukup piawai bermain, pasangan yang sangat serasi dan kompak dalam memimpin DKI. Bahkan merupakan pasangan terbaik yang tidak pernah ada di tanah air kita.

3.Ahok, menurut ceritanya ia dipasangkan dengan Jokowi, karena akan menunjukan bahwa Geerinda ingin ada perubahan,  ingin orang jujur memimpin bangsa.  Serta dijanjikan tidak akan menuntut Ahok untuk berperan dalam Gerinda melainkan fokus dalam tugas sebagai pendamping Jokowi.  Buat Ahok ini adalah kesempatan mas, walaupun belum tentu menang dalam pilkada, bahkan dia harus korban terlebih dulu melepaskan diri dari Golkar dan mundur dari anggota DPR. Bagaimanapun ini kesempatan dan sesuai dengan hati nuraninya untuk menyalurkan cia-cita mengabdi kepada rakyat.  Bagi Prabowo menunjukan dengan diangkatnya Ahok, citra Gerinda dan diri Prabowo menaik karena memiliki Ahok, pemimpin yang memikirkan rakyat, jujur dan berani karena berdiri kuat atas konstitusi. Dampak ini memang menguntungkan Prabowo dengan ikut manaiknya citra Jokowi – Ahok di DKI.

4.Kekalahan Gerinda / Prabowo dalam pilpres terhadap Jokowi – JK, membuat partai koalisi galau sampai menggugat dengan berbagai cara, namun semuanya dipatahkan oleh MK, kemarahan ini berlanjut dengan sisa kekuatan yang ada melalui DPR, yang mana koalisi merah putih memiliki suara 63%. Niat ini digunakan untuk merubah UU, supaya pemerintahan Jokowi – JK menjadi lemah. UU MD3 dan UU pilkada oleh DPRD dikebut untuk dipaksakan untuk disahkan. Proses ini masih berjalan dan meinimbulkan protes dari berbagai kalangan, salah satunya protes bupati dan kepala daerah.

5.Ahok yang merasa salah satu orang yang bisa duduk di nomer dua DKI, karena merasa dirinya dari orang non partai bisa ada kesempatan karena diusung oleh Gerinda, merasa dirugikan dan tidak sejalan dengan hati nuraninya. Apalagi UU pilkada oleh DPRD dimotori oleh Gerinda, membuat  Ahok mengundurkan diri dari Gerinda. Karena sudah tidak sejalan lagi.  Gerinda – Prabowo, Hasyim dan petinggi Gerinda ikutan marah besar, Ahok dikatakan kutu loncat, tidak tahu diri, bahkan disuruh mencabut warganegaranya. Kemarahan yang menjadi-jadi bahkan sudah ngawur yang sangat tidak layak diucapkan oleh seorang petinggi partai. Kemarahan yang ditujukan ke Ahok sesungguhnya hanya dampak dari kekesalan dan kebencian pada PDIP yang memotong ambisi Prabowo untuk capres dan mengalami kekalahan pahit. Dampak kekesalan dimana UU pilkada oleh DPRD yang dimotori oleh Gerinda itu  sangat ditentang Ahok, karena menyangkut prinsip Ahok selama ini, Ahok mengundurkan diri. maka Ahok dijadikan musuh politik bahkan disuruh keluar dari warganegaranya. Sedemikian besar marahnya, masih akan dilanjutkan untuk di MK-kan. Kemarahan Probowo terhadap Ahok, karena bukan ikatan batin yang terjadi, melainkan ikatan kepentingan.

6.Kembali kita membandingkan apakah Bu Mega akan memperlakukan Jokowi seperti Prabowo memperlakukan Ahok dikemudian hari, semisal saat Jokowi tidak sejalan dengan pikiran Bu Mega ? Pertanyaan ini sangat logis sekali. Karena melihat sepak terjang Jokowi yang memiliki pendirian kuat, walaupun nampaknya sopan, Jika demikian, bisakah bu Mega sakit hati seperti Prabowo membenci Ahok jika diketahui Jokowi beda pendapat dengan Mega ?

Menurut analisa penulis, Bu Mega tidak akan sama seperti Prabowo dengan alasan   :

a.Ikatan Bu Mega dengan Jokowi ada ikatan batin yang kuat, yaitu kesamaan ideologi yang kuat. Kesamaan ini membuat mereka sulit untuk putus. Bu Mega pernah mengatakan bahwa Jokowi adalah titisan Soekarno. Tidak mudah bagi seorang Bu Mega berucap demikian.

b.Bu Mega menyadari bahwa dirinya tidak akan bisa lagi menjadi presiden, ia akan menjadi ibu yang baik, bijak untuk memberi contoh kepada generasi penerus untuk meneruskan cita-cita proklamator dan menjalankan Pancasila, UUD45 dan mempertahankan Bhineka Tunggal Ika serta NKRI yang kuat. Maka butuh seorang yang bisa memenuhi cita-citanya.

c.Bu Mega menemukan sosok Jokowi yang sangat dipercaya untuk mampu setia dan taat akan point b. Untuk itu dia akan terus membiakan tokoh-tokoh semacam Jokowi kepada generasi penerus. Sudah banyak tokoh-tokoh muda diorbitkan menjadi kepala daerah, termasuk Jokowi. Sangat mustahil jika bu Mega saat-saat yang berharga ini, merusak rencana kerjanya yang sudah nampak berhasil, kemudian dirusak lagi karena ambisi pribadi untuk berkuasa.

d.Selama Jokowi mendahulukan kepentingan rakyat, yang pasti akan didukung oleh bu Mega, walaupun dalam proses  berbeda pendapat misalnya dalam mengambil kebijkasanaan. Karena banyak jalan menuju Roma, yang penting tujuannya tercapai. Prinsip bagi bu Mega mutlak. Sosok Jokowi-lah yang lolos dari ujiannya.

e.Bu Mega tentu ingin meninggalkan nama baik, menjadi panutan dalam sisa waktu pengabdiannya.  Apalagi PDIP merupakan partai yang didirikan dan dibesarkannya dengan jerih payah. Tantangan yang cukup berat serta membutuhkan kesabaran tinggi. Pengalaman pahit itu menjadikan bu Mega seorang ibu yang berhikmat dan penuh bijak. Pengangkatan Jokowi membuktikan dirinya adalah negarawan yang sejati. Mematahkan semua prasangka buruk sebelumnya, termasuk penulis juga pernah ikutan mengkritisi sikap bu Mega.

Perbedaan kedua tokoh antara Prabowo dan Mega yang sangat mendasar ada pada motivasi masing-masing terhadap orang yang diharapkan. Prabowo lebih kepada kepentingan dirinya dalam arti luas, sedangkan bu Mega lebih kepada tujuan ideologi dan empat pilar berbangsa dan bernegara. Lebih kepada kepentingan rakat dari pada kepentingan pribadi dirinya. Politik tidak bisa lepas daripada kekuasaan, namun kekuasaan bukan untuk memenuhi ambisi pribadi, harus ada tujuan yang lebih mulia bagi bangsa dan negara.  Sebagai manusia pasti ada kelemahan, yang penting lebih condong kemanakah hati nuraninya ia berada. Itu akan menjadi motivasi dirinya dalam mencari kekuasaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline