[caption id="attachment_253752" align="alignnone" width="300" caption="Hutan Indonesia (sumber)"][/caption] Sobat blogger kompasiana, sebelum membahas mengenai pentingnya moratorium hutan? Apakah sobat sekalian sudah mengetahui apa itu moratorium hutan? Jika belum, mari bersama-sama mengetahui apa sih moratorium hutan?, lantas mengapa Moratorium hutan menjadi begitu penting? Sobat perlu tahu bahwa saat ini rata-rata 3 - 5 ha hutan per menit hilang akibat penebangan ilegal dan pengalihgunaan lahan. Kementerian Kehutanan menyebutkan bahwa hutan di Indonesia dengan kondisi bagus/primer hanya tersisa 64 juta hektar. Jika luas hutan Indonesia terus menyusut, sangat mungkin Indonesia akan kehilangan hutan. [caption id="attachment_253753" align="alignnone" width="300" caption="Kelapa Sawit (sumber)"]
[/caption] Salah satu faktor luas hutan di Indonesia terus menyusut yaitu pembukaan lahan (deforestasi) yang mengalih fungsikan hutan untuk industri. Salah satunya yaitu untuk industri kelapa sawit yang pertumbuhan luas tanamannya meningkat hingga 400.000 ha per tahun. Dari hanya dua juta hektar di tahun 1995 menjadi 8,2 juta hektar di pertengahan tahun 2012. Perkebunan kelapa sawit ini sesungguhnya tidak menjadi masalah bila menerapkan standar perkebunan sawit berkelanjutan (palm oil sustainability), berupa prinsip-prinsip pembangunan perkebunan berkelanjutan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, terkait dengan pengembangan kelapa sawit. Perubahan fungsi hutan dan lahan ini selain menyusutkan luas hutan, juga menjadi sumber emisi karbon Indonesia. Perubahan iklim dapat terjadi akibat terjadinya peningkatan emisi karbon secara global. Padahal jika saja kita mampu untuk menjaga dan melestarikan hutan, maka hutan juga memiliki fungsi ekonomi yang luar biasa yaitu melalui carbon trading. Carbon trading yang disebut juga emissions trading merupakan salah satu rekomendasi Protokol Kyoto 1997, berupa sebuah rencana internasional untuk mengurangi enam gas rumahkaca utama penyebab perubahan iklim. Carbon trading ini menggunakan sistem cap and trade yang mengatur serta membatasi emisi karbon dioksida. [caption id="attachment_253755" align="alignnone" width="300" caption="Industri (sumber)"]
[/caption] Dalam sistem cap and trade, sebuah otoritas pusat yaitu pemerintah menentukan batas jumlah emisi karbon yang dapat dikeluarkan. Perusahaan-perusahaan diperbolehkan untuk mengeluarkan gas-gas rumah kaca di antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), dan tiga gas-gas industri yang mengandung fluor (HFC, PFC, dan SF6) dengan jumlah yang dibatasi. Jika emisi karbon lebih tinggi daripada batas tersebut, maka negara/perusahaan harus membeli kredit karbon untuk diperhitungkan dengan emisi mereka. Apabila jumlah emisi lebih rendah dari batas yang ditentukan, maka negara/perusahaan tersebut diperbolehkan menjual selisih antara emisi aktual dan batas yang diizinkan dalam bentuk kredit karbon, sehingga mereka mendapatkan insentif finansial atas pengurangan emisi. Negara kita Indonesia juga telah memberikan komitmen politik untuk menjaga kelestarian hutan yaitu melalui moratorium hutan. Moratorium terhadap izin hak pengusahaan hutan baru di kawasan hutan primer merupakan langkah penting sebagai komitmen Indonesia untuk turut mengurangi emisi. Moratorium sendiri berasal dari bahasa latin yaitu morari yang berarti penundaan. Sedangkan Moratorium hutan adalah penundaan untuk menebang hutan demi menyelamatkan hutan primer dan lahan gambut yang masih tersisa di Indonesia. Selain itu Moratorium berfungsi dalam menyelesaikan konflik agraria. Pada tanggal 20 Mei 2011, Pemerintah Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden No. 10/2011 tentang penundaan penerbitan izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. Inpres ini merupakan bagian dari kerjasama Indonesia dengan Norwegia, berdasarkan Surat Pernyataan Kehendak yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 26 Mei 2010. Dengan adanya moratorium ini diharapkan perbaikan tata kelola penggunaan kawasan hutan dapat terlaksana, dimana saat ini masih terjadi konflik kepemilikan lahan/hutan, tumpang tindih izin, dan belum tercapainya satu peta kawasan hutan yang menjadi acuan berbagai instansi. Akan tetapi Moratorium hutan sesuai Inpres No. 10/2011 akan segera berakhir pada 20 Mei 2013 ini. Padahal kita tahu betapa bermanfaat adanya moratorium ini. Bersyukur, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mendukung perpanjangan moratorium hutan ini. Menurut beliau moratorium berdampak baik untuk menjaga kawasan konservasi hutan. Selain itu banyak pihak termasuk LSM juga mendukung moratorium dilanjutkan. Maka mari, kita sebagai masyarakat turut mendukung perpanjangan Moratorium hutan ini sebagai upaya untuk turut melestarikan hutan kita. *tulisan ini diikutsertakan dalam Kompasiana Blog Competition "Bagaimana Jika Indonesia Tanpa Hutan?" ditulis oleh Istiqomah Primasari sumber tulisan: http://www.kompasiana.com/hutanindonesiablogcompetition http://www.hutanindonesia.com http://sains.kompas.com/read/2012/10/02/10295573/Moratorium.Hutan.Diharapkan.Diperpanjang http://dinawahyuni.blogspot.com/2008/01/apakah-carbon-trading.html http://elshobyclimateinternational.blogspot.com/2011/01/apasih-sebenarnya-protokol-kyoto-carbon.html sumber gambar: http://lablink.or.id http://cfact.org http://lokerinside.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H