Lihat ke Halaman Asli

Moral Games (Kludia Introduction)

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1401516509643163965

[caption id="attachment_339345" align="aligncenter" width="416" caption="Winston Churchill"][/caption]

If you're going through hell, keep going.” ~Winston Churchill

Pulau Britania Raya, hampir mencoret kata “Raya” dari jejak rekam sejarahnya jika saja Nazi Jerman berhasil memperluas ekspansi ke utara. Untungnya, satu orang di Persatuan Kerajaan (UK) yang paling berani menyuarakan perlawanan terhadap Adolf Hitler, terpilih sebagai Perdana Menteri untuk memimpin angkatan bersenjata negara.

Adalah Winston Churchill, dalam hari pertamanya menjabat sebagai Perdana Menteri mengatakan hal berikut;

I have nothing to offer but blood, toil, tears and sweat.” […], “we shall fight on the seas and oceans, we shall fight with growing confidence and growing strength in the air, we shall defend our island, whatever the cost may be, we shall fight on the beaches, we shall fight on the landing grounds, we shall fight in the fields and in the streets, we shall fight in the hills; we shall never surrender.”

Kata kuncinya adalah “we shall never surrender”, di mana PM Winston Churcill menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk meredam serangan lawan adalah untuk tidak pernah menyerah memertahankan kedaulatan negara, seberapapun tinggi biayanya.

Dalam praktiknya, strategi perang tidak semulus taktik mengusir penjajah dari tanah air begitu saja, perlu pengorbanan besar, dan berbagai macam pengambilan keputusan yang bisa berbalik arah seperti pedang bermata dua, misalnya; peristiwa pengeboman kamp pengungsi di Dresden, Jerman oleh Royal Air Force. Di mana terdapat sekitar ratusan ribu nyawa melayang tak mampu menyelamatkan diri dari gempuran bom satuan angkatan udara Kerajaan Persatuan.

Ya, ini adalah medan perang, di mana selain unjuk kekuatan, kedua pihak (poros dan sekutu) juga rela melakukan segala cara agar lawan bertekuk lutut mengakui kekalahannya; terus terang saja, ini adalah tema yang sangat subyektif, di mana tidak ada yang dapat dibenarkan dari peperangan, tapi tanpa keputusan tersebut, siapa yang kalah akan menanggung beban terberat.

Kondisi penuh dilema tadi, bisa diilustrasikan dengan kutipan berikut;

The optimist sees a light at the end of the tunnel,

the realist sees a train entering the tunnel,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline