Berguru ke desa Samin
Entah kenapa tiba-tiba ingin bepergian mungkin dikarenakan tidak adanya kegiatan yang berarti dan jiwa purba penjelajah muncul lagi. Saya bernit menuju Blora. Langsung saja saya bahas mengenai tempat itu tanpa perlu saya ceritakan mengenai cara saya kesana dan lain-lain yang terutama adalah saya kesana naik motor.
'Saya sampai di depan gerbang desa karangpace itu di sore hari jam sekitar 3 an. Jalan-jalan yang dibentuk dengan menyusun batu-batu yang dipaving secara sederhana menambah kesan sederhana dan ke dulu-duluannya. Sampai kepada di deretan rumah-rumah kayu tanpa pintu. Dan di tengah deretan rumah-rumah itu terdapat sebuah pendopo mungkin digunakan untuk pertetmuan bersama atau sekedar berkumpul bercengkrama menikmati sore. Sama seperti pemuda-pemuda yang saya temui pertama kali di pendopo itu. Saya kira merekalah para pemuda samin ternyata mereka adalah pemuda dari desa sebelah yang ingin menghabiskan waktu sore harinya di pendopo itu bercengkrama bersama.
Agak lama saya berkumpul dan berbincang dengan para pemuda desa sebelah itu dan juga bertanya-tanya mengenai masyarakat desa ini dan juga mengenai tokoh masyaralat Samin yang sebelumnya saya ketahui dari internet dipersis mana rumahnya. Pemuda-pemuda tersebut malah ternyata tidak tahu menahu mengenai tokoh tersebut mereka disana sekedar hanya berkumpul sore hari alias nongkrong. Padahal banyak orang luar leih tertarik dengan kehidupan mereka dan siapa saja mereka, pak Jokowi pun pada tanggal 2015 sehabis bertandang dari sana. Mungkin karena citra samin yang sudah terlalu melekat stigmanya di masyarakat sekitar bukan samin yang membuat mereka agak acuh atas masayarakat yang padahal ikut membentuk daerah mereka di waktu itu.
Coba saja cari di internet mengenai cerita lucu orang samin, anda boleh membuat anggapan dan statetment sendiri bagaimana sehabis membaca cerita itu dan tulisan ini. Setelah agak lama kemudian ada dua wanita dating yang kemudian setelah bertanya dengan salah seorang ibu-ibu di bagian lain pendopo, mereka langsung menuju ke rumah pojokan desa itu. Dan saat mereka keluar lagi, saya tanyakan kepada mereka sehabis dari manakah mereka, sama dengan tujuan saya juga ternyata mereka sehabis dari mewawancarai Pak Lasio yang menjadi took desa samin disitu.
Lalu saya kemudian langsung bergegas menuju rumah tersebut dan mendapati ibu-ibu yang berada di bagian pendopo yang lain yang jgua ternyata adalah istri dari Pak Lasio sendiri. Kenapa saya tadi tidak langsung bertanya kepadanya.
Setelah bersamalan dan dipersilahkan duduk di ruang tamu saya menunggu pak Lasio yang sedang makan. Tidak lama kemudian Pak Lasio masuk mengajak bersalaman dan mempersilahkan, Suaranya berat tipikal orang jawa dengan logat halus. Kemudian kesalahan saya juga tidak mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang ingin saya tanyakan jadi daya ebrtanya secara acak apa saja yang muncul di kepala saya. Pertama pembukaan percakapan adalah mengenai pembangunanpabrik semen yang sempat heboh.
Pertamanya saya kira pabrik semen tersebut berada di daerah sekitar desa itu, ternyata ada banyak desa dengan masyarakat saminnya yang dipimpin oleh tokoh-tokoh yang berbeda dan yang menolak pembangunan semen tersebut pertama kali adalah orang samin yang berada di desa Sukolilo di Kendeng sana. Kurangnnya informasi dan persiapan membuat pembuatan kronologi agak carut. Tetapi tetap saja pengetahuan dan kearifan yang saya dapat bermanfaat.
Pendapat Pak Lasio sendiri mengenai pembangunan pabrik semen tersebut adalah tidak memihak manapun karena dia menganggap semuanya saudara dan semua pihaktidak ingin ia cekcoki. Bukannya pak Lasio jugamenolak Pak Gunretno yang menjadi tokoh masyarakat samin di desa Sukolilo tersebut. Tetapi pak lasio bukannya menolak maupun bukannya mendukung dan dia tetap menganggap berbedaannya dengan pak Gunretno itu membuatnya tidak menjadi satu sedulur (saudara) sikep(panggilan yang lebih dipilih oleh masyarakat tersebut sendiri karena samin mendapat citra negative dari masyarakat sekitar).
Ajaran mereka mengenai persaudaraan, perdamaian, ketentraman, kecukupan dan keselarasan dengan alam adalah pelajaran yang saya tangkap dari penjelasan Pak Lasio. Hebat aya katakana pada masyarakat itu, di tengah derasnya arus modernitas itumereka tetaplebih memilihberada di tanah mereka dan meneruskan ajaran mereka.
Mereka punya pilihan sebenarnya ingin kemana,tetapi tidak mereka sendiri juga bangga terhadap ajaran mereka itu. Mereka juga saya anggap termasuk sebagai orang-orang yang menjadalingkungan. Dikasus pabrik semen tersebut mereka menolaknya karena eksploitasi alam. Pabrik semen yang berada di Gresik menjadi buktinya dalam tenggat waktu kurang dari setengah abad gunung kapur disana menghilang. Makanya pak Gunretno menolaknya karena keselarasan dan keseimbangan bakal terganggu dan manusia sekitarnya yang begitu dekat dengan alam akan merasakannya pertama kali tetapi untuk memperingatkan yang lain sudah terlambat. Lebih baik mencegah kan.