Labuan Bajo,Komodo Lawyers Club,- Ilmu Negara adalah salah satu materi kuliah satu semestet (6 bulan) di fakultas Hukum semester kedua(2) pada kurikulum pada era saya dulu. Di ilmu negara itu, yg berhubungsn dengan pelaksanaan kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat umum ( bisa juga populer disebut bonum commune), ada asas yg disebut freies ermessen. Apa itu, berikut ringkasannya saja.
"Negara Hukum" pada saat ini telah menghasilkan suatu konsep negara hukum kesejahteraan (social service state; welvaarstaat). Dalam suatu negara hukum yang demikian ini, tugas negara sebagai servis publik adalah menyelenggarakan dan mengupayakan suatu kesejahteraan sosial (yang oleh Prof. Lemaire disebutnya dengan: "bestuurszorg") bagi masyarakatnya. Jadi, tugas negara bukan hanya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban saja. Oleh. karena itu maka negara melakukan campur tangan, hampir di setiap sektor kehidupan masyarakat.
Konsep freies ermessen adalah asas yang bertujuan untuk mengisi kekurangan atau melengkapi asas legalitas supaya cita-cita negara hukum kesejahteraan dapat diwujudkan karena asas ini memberikan keleluasaan bertindak kepada pemerintah ( Saut P. Panjaitan, 'Makna dan Peranan Freies Ermessen dalam Hukum Administrasi Negara', majalah UNISIA 10.XI.IV.1991)
Secara etimologis, istilah freies Ermessen berasal dari bahasa Jerman, sedangkan dalam Bahasa Inggris dekenal dengan istilah "discretion" atau "discretionary power", di Indonesia lebih dikenal dengan istilah diskresi yang berarti "kebebasan bertindak" .
Tambahan saya : Freies ermesen (kebebasan bertindak) itu bukan tanpa alasan hukum. Di alam demokrasi, transparansi alasan itu diinfomasikan ke publik. NKRI menganut negara kesejahteraan bagi seluruh bangsa. Oleh karena alasan mulia itu, yang saya bahasakan "karena 'kasih yang besar", maka ia bisa menerapkan kebijakan yang bisa terkesan adanya asas freies ermesen itu. Sebagian ilmuwan negara berkata bahwa hal itu bisa saja secara individu di masyarakat merasa hak hukum pribadinya dilampaui. Dari sisi ini muncul kontra dengan alasan HAM (Hak Azasi Manusia).
Ilmuwan di bidang sosial lainnya, seperti Antropology, sosiology, culturology, menyimpulkan bahwa 'aku individu' disebut sebagai homo ens sociale (mahluk sosial), artinya seorg individu baru mempunyai arti atau martabatnya bila ia berguna bagi sesama. Jadi, ego individualistis di sini tidak menunjukkan manusia seutuhnya, ia sama saja sebagai seekor singa atau sekelompok singa garang di medan belantara. Keberaadaan jenis ini sangat mengganggu seluruh penghuni kawasan.
Lebih jauh, ahli ilmu sosial ini hanya fokus pada manusia di atas permukaan tanah. Mereka tidak mempunyai keahlian ilmu untuk sesuatu yang berada di bawah permukaan tanah. Dan pada umumnya para ahli ilmu sosial ini menolak ketika permukaan tanah itu dibongkar, bukit dipotong, tanah dibor. Termasuk para filsuf di dalam organisasi keagamaan dan pemerhati lingkungan alam.
Itu alasannya, maaf, mengapa Pemerintah tetap mengusahakan Listrik geothermal Sano Nggoang itu. Ingat, karena "momang mese latangt ata do" (cinta yang besar bagi banyak orang). Dan Gereja Manggarai tampaknya mengerti alasan itu. Jika sebelumnya person di dalam gereja "menolak pengeboran lahan itu karena mengganggu proses kebahagiaan manusia perorangan arau sekelompok manusia ciptaan Tuhan di atasnya", tapi rupanya kemudian pada tahun 2021 ini ia sudah menyadari bahwa pemanfaatan hasil geothermal untuk kebutuhan manusia yang lebih banyak justru membuka ruang yang lebih besar bagi "momang latangt ata do" itu.
Dan mungkin ini terlalu jauh, bahwa adakah manusia yang mempunyai kemampuan menciptakan tanah dan panas bumi? Tidak. Penciptanya adalah Tuhan Sang Pencipta. Ketika Pemimpin Negara via para ahli penelitinya menyimpulkan secara ilmiah bahwa kandungan dibawah permukaan tanah itu bisa diolah untuk pemanfaatan bagi kesejahteraan banyak orang, maka individu atau sekelompok orang diatas permukaan tanah itu harus juga masuk di dalam kerangka berpikir "untuk kesejahteraan banyak orang" itu. Di situlah terdapat proses welfare state, Negara Sejahtera. Terhadap hal ini, Presiden Jokowi sering berkata bahwa "ganti rugi lahan masyarakat yang dipergunakan untuk proyek kepentingan umum itu haruslah menguntungkan rakyat, sehingga yang sesungguhnya terjadi adalah bukan ganti rugi tetapi ganti untung".
Kesimpulan: untuk menjawab Pro atau Kontra pengexplorasian geothermal Sano Nggoang untuk kebutuhan listrik? Anda tentu mempunyai jawabannya. Saya berpendapat : Bupati Edi Endi dan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat berharap tetap mendorong proyek geothermal itu dan berharap transparan kepada masyarakat untuk pemanfaatannya bagi kesejahteraan banyak orang, sehingga investor Pengolah geothermal Sano Nggoang itu dapat bekerja