Lihat ke Halaman Asli

Mahasiswa KKN UNEJ Menengok UMKM Desa Lampeji yang Telah Tembus Pasar Ekspor

Diperbarui: 20 Februari 2023   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makram (dokpri) 

            Peji Mangar – Makrame merupakan sebuah kerajinan tangan atau kesenian membuat anyaman simpul yang berbahan dari kain ataupun tali. Asal kata makram secara etimologis sendiri berasal dari bahasa Arab "mucharam" yang berarti susunan kisi-kisi dan bahasa Turki "makrama" yang berarti rumbai-rumbai. 

Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, makram merupakan bentuk kerajinan simpul menyimpul dengan menggarap rantaian benang menjadi hasil tenun yang hasil akhirnya terbentuk berbagai macam rumbai dan jumbai. Makram sendiri disebarluaskan oleh para pedagang dari timur tengah terutama pelaut. Seni membuat simpul ini sudah lama populer dan digemari oleh para pelaut dalam mengisi waktu senggang karena lamanya perjalan laut. 

Meski sudah lama ada, macram sendiri mengalami peningkatan popularitas di Indonesia sejak tahun 1970-an yang mana menjadi bentuk kerajinan tangan yang trend dan digemari hingga saat ini.

Pada desa Lampeji sendiri, makram menjadi salah satu UMKM yang dirintis oleh ibu Meli Andani sejak tahun 2015. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh mahasiswa kelompok 15 KKN UNEJ, usaha makrame yang dijalankan oleh ibu Meli termasuk dalan jenis usaha perorangan. Jumlah pengrajin yang direkrut oleh ibu Meli kurang lebih berjumlah 30 orang. 

Barang-barang kerajinan makram yang dihasilkan dari UMKM ini beragam, mulai dari hiasan dinding, hiasan cermin, dream catcher, gantungan pot, gantungan kunci, dan lain sebagainya sesuai dari permintaan "supplier". Harga jual yang dipatok oleh ibu Meli sendiri berkisar antara 5 ribu rupiah hingga 2 juta rupiah tergantung dari tingkat kompleksnya pembuatan kerajinan itu sendiri dalam pemasaran hasil produksinya, ibu Meli masih menggunakan metode tradisional melalui jasa tengkulak.

Usaha ini sering kali mendapat demands hingga luar negeri melalui perantara supplier di Bali dan Jepara. Hasil kerajinan ini juga sudah sering kali di showcase kan difestival JFC (Jember Fashion Carnival). Hanya saja karena usaha ini masih menggunakan metode pemasaran yang terbilang cukup tradisional, usaha ini kurang menarik kostumer domestik selain kawasan Bali dan Jepara. Terutama, sejak munculnya "pandemi covid", usaha ini sedikit tersendat dikarenakan tidak adanya e-commerce.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline