Lihat ke Halaman Asli

Meningkatkan Literasi Keuangan Melalui Pelatihan dan Pendampingan Pembukuan bagi UMKM Tusuk Sate

Diperbarui: 15 Desember 2022   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Dokpri

Pelaksanaan edukasi dalam rangka meningkatkan keuangan masyarakat sangat diperlukan. Karena, literasi keuangan memiliki tujuan jangka panjang bagi seluruh golongan masyarakat seperti peningkatan dari less literate atau not literate menjadi well literate serta dapat meningkatkan jumlah pengguna produk dan layanan jasa keuangan.

Oleh karena itu, mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) membuat program Pelatihan dan Pendampingan Pembukuan Bagi UMKM Tusuk Sate di Desa Benjor. Program tersebut dilakukan dengan melakukan wawancara pada UMKM Tusuk Sate di Desa Benjor untuk mengetahui tingkat literasi keuangan dan pembukuan yang dilakukan. Karena, kebanyakan UMKM hanya melakukan pencatatan saat penjualan dan pembelian barang persediaan.

Sehingga, transaksi yang lain tidak diperhitungkan atau tercatat dan ada juga yang hanya menggunakan modal ingatan. Para pelaku UMKM tersebut terhalang oleh kurangnya pengetahuan dan keterbatasan lainnya yang membuat hal tersebut terasa sulit. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan dan pendampingan akuntabilitas pada UMKM secara intens sesuai standart keuangan yang berlaku saat ini.

Dokpri

Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) menjalankan program pelatihan dan pendampingan pembukuan bagi UMKM tusuk sate di Desa Benjor sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Di Desa Benjor terdapat lima pelaku usaha tusuk sate dengan pekerja 10-15 orang. Dari kelima pelaku usaha tersebut, rata-rata belum melakukan pembukuan keuangan secara rutin walaupun memiliki jumlah pekerja yang lumayan serta UMKM yang tidak kecil. UMKM tusuk sate yang diproduksi di Desa Benjor ini masih tergolong setengah jadi. 

Sebab, tahapan yang dilakukan yaitu membeli bambu dari lahan orang dengan harga borongan atau langsung dari distributor lalu bambu tersebut dipotong sesuai ukuran. Selanjutnya, bambu dicacah dan diserut dengan ketebalan serta ukuran yang berbeda. Karena, bisa dipakai untuk tusuk sate ayam dan sate kambing atau sempol. Setelah itu, bambu yang sudah diserut dijemur hingga mengering, itu dilakukan sebab bambu terkadang basah atau masih terdapat kadar airnya. Terakhir dijual secara kiloan pada pabrik bambu atau tusuk sate.

Dokpri

 Pada program pengabdian ini mahasiswa UM melakukan pelatihan dan pendampingan pembukuan dengan memperkenalkan dan membenarkan pengetahuan pencatatan keuangan sesuai yang berlaku saat ini. Pada bagian awal dilakukan pengenalan mengenai pencatatan transaksi berfokus pada arus kas dan aktivitas penjualan. Selanjutnya adalah menghitung Break Event Point (BEP). 

BEP Menjadi titik keseimbangan terhadap hasil yang dihasilkan dari pendapatan serta modal keluar, kondisi yang memungkinkan minimalnya kerugian atau keuntungan. Keseluruhan keuntungan dan kerugian dihasilkan pada posisi O atau disebut dengan titik break even point. Setelah itu, setiap bulan pelaku usaha diajarkan menghitung laba/rugi yang diperoleh.

Dengan program-program tersebut diharapkan pelaku UMKM tusuk sate di desa benjor dapat melakukan pembukuan keuangan dengan baik dan benar. Karena, melalui pembukuan itu dapat memudahkan pelaku usaha untuk mengambil keputusan mengenai kelanjutan bisnisnya serta menghadapi kendala lain pada usaha. Seperti, terkendala cuaca, terbatasnya lahan, bahan dasar bambu kualitas rendah dan lain-lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline