Air merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi setiap makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Desa Bajulan menjadi zona penyangga yang menyumbang ketersediaan air di Kabupaten Nganjuk. Hal inilah yang membuat Desa Bajulan juga memiliki predikat sebagai Desa Petirtaan. Menurut data Tim Ekspedisi Mata Air mencatat, jumlah Mata Air di Desa Bajulan mencapai 16 titik sumber.
Sumber mata air Jolotundo merupakan salah satu sumber yang ada di Desa Bajulan, tepatnya terletak di Dusun Curik yang juga telah ditetapkan menjadi Kampung Adat sejak 22 Desember 2022. Sumber ini memasok kebutuhan air di Kampung Adat. Menurut keterangan warga setempat, sumber mata air Jolotundo sudah ada dan digunakan sejak zaman penjajahan kolonial Belanda.
Pada awal mulanya, air dari sumber didistribusikan menggunakan bambu. Namun pada masa sekarang ini, dari telaga air sumber sudah tersambung langsung dengan pipa yang terhubung ke tandon sebelum didistribukan ke rumah-rumah warga. Hal terserbut diprakarsai oleh Bapak Waejan selaku ketua RT. 7 RW. 1.
Bagi warga Kampung Adat, sumber mata air Jolotundo merupakan lokasi yang sakral, maka dari itu harus selalu dijaga akan keasriannya. Dengan kata lain, tidak boleh membuat bangunan atau mengubah bentuk asli dari telaga sumber air tersebut. Sehinggha ada satu permasalahan yang timbul akibat hal tersebut, yaitu tidak dapat membangun suatu sistem filtrasi air untuk mencegah batang, dedaunan maupun ikan atau kecebong yang nantinya masuk dan bisa menyumbat pipa.
Maka dari itu mahasiswa KKN-T UNESA kelompok Nganjuk 54 menyiasatinya dengan menambahkan jaring mengelilingi ujung pipa untuk mencegah benda benda yang tidak diinginkan tersebut masuk ke dalam pipa air.
Keunikan dari sumber mata air ini adalah tetap mengalir walupun telah memasuki mangsa ketigo.
Mangsa Ketigo merupakan musim kemarau, ditandai dengan tidak adanya hujan yang turun sama sekali