KKN Kolaboratif yang dilakukan oleh Pemkab Jember. Tidak seperti tahun sebelumnya, mahasiswa KKN Kolaboratif diberikan kebebasan oleh Bupati Jember untuk menentukan program kerja yang sesuai dengan potensi serta permasalahan yang ada di desa. Kelompok KKN Kolaboratif 52 yang bertugas di Desa Sumberjati memilih program kerja terkait pengelolaan sampah. Hal ini kami pilih berdasarkan hasil dari observasi kami selama satu pekan terakhir ini.
Tahun ini merupakan tahun kedua adanya
Permasalahan sampah menjadi masalah yang utama bagi masyarakat Desa Sumberjati. Maka dari itu, mahasiswa KKN Kolaboratif membuat program kerja tentang pengelolaan sampah sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh desa. Agar program kerja bisa dirasakan manfaatnya, masyarakat dan mahasiswa harus memiliki ikatan sosial. Sehingga, membangun kepercayaan dengan masyarakat merupakan hal yang krusial. Maka dari itu, mahasiswa mengikuti segala kegiatan yang ada di masyarakat untuk menghilangkan gap antara masyarakat dengan mahasiswa. Beberapa kegiatan yang kami ikuti seperti, senam bersama, kerja bakti, serta kegiatan kerohanian (muslimat) yang diadakan oleh masyarakat desa.
Pada hari senin (24/07), kami menghadiri pengajian yang diadakan di Musala Nurul Jadid. Acara dibuka dengan pembacaan tahlil lalu dilanjutkan dengan perkenalan anggota KKN Kolaboratif serta pemaparan tentang rencana program kerja kami. Selain itu, kami juga dapat mengetahui bagaimana masyarakat menanggapi permasalahan terhadap sampah yang ada. Mayoritas masyarakat memilih untuk memusnahkan sampah dengan cara membakar, membuang ke sungai, maupun dipendam di dalam tanah. Cara pengelolaan sampah seperti itu memiliki dampak negatif bagi kita semua, misalnya dengan membakar sampah bisa menyebabkan gangguan pernapasan. Setelah itu, kami mencoba memaparkan alternatif solusi terkait pengelolaan sampah yang ada. Selama waktu diskusi dan pemaparan terkait program kerja kami, dapat terlihat antusiasme dari masyarakat. Dukungan penuh diberikan oleh masyarakat terhadap rencana program kami. Hal ini terlihat dari berbagai macam pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat untuk mengetahui lebih lanjut terkait program pengelolaan sampah ini.
Selain di Musala Nurul Jadid, kami juga menghadiri kegiatan yang ada di Masjid Al Barokah. Di tempat ini juga kami mendapatkan respons positif dari masyarakat. Walau terdapat sedikit kendala, yaitu keterbatasan bahasa karena tidak semua dari kami memahami Bahasa Madura, hal ini tidak menghambat antusiasme masyarakat untuk mendukung program kami. Kami melakukan pemaparan terkait program kerja dengan menggunakan Bahasa Indonesia, namun masyarakat merespons dengan bahasa daerah. Hal ini bisa kami selesaikan karena beberapa dari kami fasih berkomunikasi menggunakan Bahasa Madura.
Dengan melihat respons masyarakat secara langsung, kami bisa mengetahui bahwa masyarakat mendukung penuh program yang kami bawa. Oleh karena itu, kami sebagai fasilitator berperan untuk menghubungkan antara masyarakat dengan pihak Bank Sampah Induk selaku mitra untuk melakukan pengelolaan sampah lebih lanjut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H