Lihat ke Halaman Asli

KKN Dukuhmencek 160

KKN Kolaboratif 3

Menggali Potensi Desa Dukuhmencek: Desa Pengrajin Tusuk Sate

Diperbarui: 15 Agustus 2024   20:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KKN Kolaboratif#3 160  (dokpri)

Senin, 05 Agustus 2024 mahasiswa KKN Kolaboratif #3 tepatnya kelompok 160 Desa Dukuhmencek melakukan kunjungan ke salah satu UMKM yang memproduksi salah satu produk unggulan desa Dukuhmencek yaitu tusuk sate. Masyarakat desa Dukuhmencek banyak yang berprofesi sebagai pengrajin tusuk sate dengan memanfaatkan bambu untuk dijadikan produk yang lebih bernilai jual. Berdasarkan wawancara dengan Pak Riko, salah satu pengrajin tusuk sate desa Dukuhmencek, setiap minggunya mereka bisa menghasilkan sekitar 3 kwintal tusuk sate. Pak Riko menjelaskan biasanya para pengrajin tusuk sate membeli bambu dari kebun milik warga yang dihargain sebesar Rp 20.000,00- per batang. Namun tidak semua pengrajin menggunakan batang bambu mental untuk produksinya, terdapat beberapa pengrajin yang membuat tusuk sate dari batang bambu dari Lumajang yang sudah di potong sehingga para pengrajin hanya perlu menyesuaikan ukuran yang dibutuhkan serta menghaluskan dan menajamkannya saja. Hal tersebut dikarenakan ketersediaan bambu masih belum mencukupi kebutuhan pengrajin tusuk sate.

KKN Kolaboratif#3 160 dokpri)

Satu batang bambu bisa diolah menjadi sekitar 10.000 tusuk sate. Bambu akan diproses oleh pengrajin dengan cara membelah bambu sesuai keinginan pasar dan di keringkan dengan cara dijemur selama 1-2 hari. Ukuran panjang yang di produksi berbeda-beda mulai dari 10 cm hingga 50 cm dengan ketajaman yang berbeda juga tergantung fungsinya. Proses produksi dapat dilakukan dengan menggunakan mesin maupun manual dengan alat sederhana. Produk tusuk sate yang dihasilkan dapat di jual dengan satuan kilogram, maupun per kemasan.

Pengrajin tusuk sate dapat juga menjual produknya kepada pengepul yang akan memasarkan produk hingga ke luar kota Jember, seperti Banyuwangi, Bondowoso, dan Lumajang. Selain kepada pengepul, biasanya para pengrajin menjual tusuk satenya secara langsung seharga Rp 10.000,00- hingga Rp 11.000,00- per kilogram tusuk sate. Selain dijual perkilo, para pengrajin juga menjual per ikat atau per bungkus sesuai target pasarnya. Biasanya untuk distribusi ke toko-toko, para pengrajin menjual dalam kemasan agar lebih mudah disimpan dan tahan lama dari jamur. Sedangkan untuk target pasar seperti penjual sate, telur gulung, dan sebagainya dijual dalam bentuk tanpa kemasan. Namun persaingan pasar masih menjadi kendala bagi pengrajin yang menjualnya secara mandiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline