Semarang - Mahasiswa KKN RDR 77 UIN Walisongo Semarang Kelompok 74 menggelar webinar yang membahas tentang kesetaraan gender dengan tema “Ketidakadilan Akses Pendidikan Bagi Perempuan dan Akibatnya dalam Perkawinan Anak”, Sabtu (30/10/2021).
Webinar yang dilaksanakan melalui platform Zoom Meeting ini menghadirkan dua pembicara yang berkecimpung dalam aktivitas kesetaraan gender, yaitu ibu Elina Lestariyanti, M.Pd yang merupakan dosen UIN Walisongo dan Founder Candu Buku, dan juga ibu Siti Rofiah, M.H, M.Si yang merupakan dosen UIN Walisongo, aktivis, dan Peneliti Elsa Semarang.
Webinar ini diikuti sekitar 40 peserta yang terdiri dari anggota KKN kelompok 74 sendiri dan juga masyarakat umum. Webinar ini mempunyai tujuan untuk mengedukasi dan mempertinggi kepekaan masyarakat terhadap pentingnya kesetaraan gender khususnya akses pendidikan bagi perempuan yang masih sangat rendah.
Acara webinar ini juga diharapkan dapat menjadi satu dari sarana pengingat kembali bahwa baik perempuan ataupun laki-laki selalu mempunyai kedudukan yang setara dan seimbang dalam penerimaan hak dan pemenuhan kewajiban dalam hidup khususnya pendidikan.
“Ketidakadilan gender adalah ketidakadilan sosial. Gender sebagai salah satu kategori sosial yaitu ras, etnis, klas, agama, kemampuan fisik dan usia berpotensi menimbulkan ketidakadilan sosial jika tidak ditumbuhkan sikap sensitif terhadap bentuk-bentuk diskriminasi sosial. Sikap diskriminatif dapat menghalangi akses, partisipasi, kontrol dan manfaat hak-hak dasar.” Ujar ibu Elina.
“Gender timpang semua jadi rumpang. Akibat dari ketidakadilan gender yaitu akses informasi/pengetahuan, akses pekerjaan, relasi sosial, partisipasi politik, pendidikan anak, serta pengambilan keputusan menjadi rumpang dan juga dapat menimbulkan jerat kemiskinan, dan pernikahan dini.” Imbuhnya.
Kemudian menurut ibu Siti Rofiah dampak persepsi yang bias gender terhadap akses pendidikan ada tiga yaitu anak perempuan sebaiknya dirumah, anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi, dan anak perempuan sebaiknya cepat dinikahkan.
“Akibat perkawinan anak yaitu menurunnya kualitas perempuan dan menurunnya kualitas hidup masyarakat seperti menurunnya kemampuan masyarakat dalam meningkatkan taraf kehidupan, menurunnya produktifitas manusia sehingga mengurangi prospek pengentasan kemiskinan dan jaminan kemajuan ekonomi, serta melemahkan pemerintahan suatu negara yang tentu akan berdampak pada gagalnya efektifitas kebijakan pembangunannya.” Ujar Ibu Rofiah.
“Menunda usia perkawinan anak perempuan, berarti memperpanjang harapan anak perempuan untuk berpendidikan lebih lama, mempersiapkan kesehatan reproduksinya, mengembangkan potensi diri, dan membawa maslahat yang lebih besar bagi keluarga dan masyarakat.” Imbuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H