Lihat ke Halaman Asli

KKN Kolaboratif #3 Kelompok 196. Ekspedisi Minggu ke-2 | Kelangkaan Pupuk di Desa Slateng: Tantangan Ketahanan Pangan Masyarakat Kaki Gunung Raung

Diperbarui: 10 Agustus 2024   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. 26 Juli 2024

Kelangkaan pupuk di Desa Slateng, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, menjadi isu krusial yang berdampak signifikan pada sektor pertanian setempat. Sebagai salah satu wilayah agraris yang bergantung pada hasil pertanian, ketersediaan pupuk merupakan faktor penting dalam menjaga produktivitas lahan dan kesejahteraan petani. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, petani di Desa Slateng menghadapi kesulitan besar akibat kelangkaan pupuk yang semakin parah. Situasi ini tidak hanya mengancam hasil panen, tetapi juga menyebabkan keresahan di kalangan petani yang mengandalkan pertanian sebagai sumber utama penghidupan mereka. Artikel ini akan membahas hasil observasi dan diskusi dari tim KKN Kolaboratif Kelompok 196 terkait penyebab, dampak, serta upaya yang telah dan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan kelangkaan pupuk di desa ini.

Proses budidaya pertanian tidak dapat lepas dari faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik yang mempengaruhi kegiatan pertanian seperti penggunaan varietas unggul baru yang mempunyai ciri khas tersendiri (berbasis kearifan lokal), serta hama dan penyakit tanaman. Setiap varietas akan menunjukkan kinerjanya masing-masing dalam menunjang produktivitas, seperti memerlukan kondisi media tanam yang sesuai, misalnya mampu menyediakan unsur hara dengan cepat, kelembaban tanah yang baik, dan kondisi udara yang tepat. Faktor abiotik yang dapat mempengaruhi kegiatan budidaya seperti tanah, iklim dan proses pengelolaan tanaman yang dilakukan manusia. Proses budidaya yang ada saat ini menjadi landasan bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi petani. Banyak petani yang melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan produk yang maksimal, seperti penggunaan pupuk yang lebih banyak dan penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan peraturan. Penggunaan bahan kimia yang tidak mematuhi peraturan dapat mencemari lingkungan seperti air, tanah dan udara. Pemahaman petani terhadap pertanian berkelanjutan sangat penting untuk keberlanjutan sektor pertanian itu sendiri dan lingkungan

Kelangkaan pupuk anorganik yang terjadi di beberapa tahun terakhir ini menyebabkan mayoritas petani harus mencari ke kota lain, atau bahkan secara online meskipun dengan harga mahal. Ini merupakan indikasi bagaimana pupuk anorganik sudah merupakan kebutuhan dasar, apalagi petani sudah menggunakan bibit unggul yang secara berkala membutuhkan dosis pupuk tinggi untuk dapat mencapai potensi hasil bibit unggul tersebut. Petani meyakini jika kebutuhan hara tanaman tidak dipenuhi maka hasil yang diperoleh akan menurun, sehingga tidak heran jika petani menjadi panik ketika terjadi kelangkaan pupuk anorganik.

Pengelolaan pupuk terpadu adalah suatu sistem yang memadukan penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organik dan/atau pupuk hayati. Dampak penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dan dalam jumlah banyak tanpa menyediakan bahan organik yang cukup khususnya pada sistem pertanian konvensional, dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah. Penggunaan pupuk organik/hayati yang berkualitas akan membantu upaya menjaga produktivitas lahan dan produksi tanaman.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa manfaat penggunaan pupuk organik bukan bersifat jangka pendek melainkan jangka panjang melalui pelestarian sumber daya lahan. Daerah yang berpotensi memiliki bahan organik yang melimpah, seperti limbah pertanian dan peternakan, harus mulai memperhatikan kesuburan tanahnya di masa depan. Sebab kesuburan tanah terus menurun jika tidak ditangani dengan baik. Menurut Basuki dkk. (2021), lahan pertanian di Indonesia dalam satu dekade terakhir menunjukkan kualitas tanah yang rendah. Kualitas tanah yang rendah dapat diketahui dari nilai kandungan karbon organik yang kurang dari 1%.

Dok. 2 Juli 2024

"Untuk sekarang, beberapa petani di desa Slateng sudah menerapkan sistem pertanian terpadu, memadukan pupuk dan pestisida organik dengan kimia, namun masih banyak petani yang konsisten menggunakan pupuk dan pestisida kimia ". Ungkap Pak Irma selaku Ketua Gapoktan 

Dalam menanggapi problematik yang sedang dihadapi oleh mayoritas petani desa Slateng, pak Irma selaku ketua Gapoktan, mulai aktif menggerakkan anggotanya untuk melakukan pertanian terpadu dengan mengadakan sosialisasi dan pelatihan pembuatan pupuk organik, perbanyakan agensi hayati, dan lain sebagainya. Bahkan beberapa diantaranya telah mencoba berbudidaya tanpa pupuk anorganik. Kebutuhan pupuk organik per satuan luasnya sangat besar (5-20 ton/ha). Namun, potensi untuk memproduksi sendiri pupuk organik (kompos) secara in situ juga cukup besar, mengingat banyak bahan organik melimpah seperti kotoran- kotoran ternak yang dapat dikumpulkan dari sekitar dan diolah menjadi sumber pupuk organik.

Satu upaya yang dapat kami sampaikan sebagai masukan kepada poktan dan gapoktan di desa slateng adalah terkait optimalisasi peran penyuluh pertanian, berdasarkan keterangan dari beberapa petani, peran punyuluh pertanian dirasa kurang intensif dalam pengawalan isu atau permasalahan yang ada di lahan. Pengawalan dapat berupa mengadakan kegiatan rutin mingguan atau bulanan, dan mengadakan suatu wadah informasi bagi petani melalui Klinik PHT yang berdasar pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan

     




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline