Lihat ke Halaman Asli

KKN MBKM UNEJ PERIODE II

UNIVERSITAS JEMBER

Mengenal Peninggalan Purbakala Megalithikum Desa Arjasa

Diperbarui: 21 Oktober 2022   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok pribadi

Seperti yang kita ketahui Megaalithikum ialah peninggalan pada zaman pra-aksara yang berupa batu-batu besar yang digunakan untuk pemujaan, upacara, dan lain sebagainya. Peninggalan megalithikum ini berlanjut sampai jaman Neolithikum. Di jember itu sendiri tepatnya di Desa Arjasa, Kecamatan Arjasa memiliki banyak sekali peninggalan Megalithikum. Batu peninggalan pada zaman Megalithikum di Desa Arjasa terdiri dari Dolmen, Batu Kenong, dan Menhir. Terdapat 24 batu yang sudah dilegalitas dan berstatus milik negara yang dikelola oleh pokdarwis dan Desa Arjasa. Berikut penjelasan singkat mengenai peninggalan Melaithikum Desa Arjasa :

Menhir merupakan salah satu produk dari kebudayaan megalithik. Menhir berasal dari bahasa  kata men yang berarti batu dan hir berarti berdiri, merupakan istilah yang diambil dari bahasa Breton, sebuah wilayah di Eropa (Prasetyo 2008:49). Menhir sendiri dibagi kedalam dua macam tipe, yaitu:

1) Menhir sederhana, ditampilkan dalam bentuk alamiah batu yang panjang yang didirikan diatas permukaan tanah

2) Menhir pahat, batu yang di dirikan diberikan pahatan berbentuk tertentu atau diberikan motif hiasan di bagian badan batu atau dipahat dalam bentuk silindris.

Menhir dapat berdiri tunggal maupun berkelompok dengan berbagai macam fungsi. Di Ende menhir dijadikan sebuah penanda pusat kampung (tubu musu) dan menhir batas kampung (tubu).

Di perkampungan megalithik Bena, Ngadha (Flores) terdapat peo (menhir di halaman depan bangunan ngadhu dan bhaga) yang digunakan sebagai penambat kerbau yang akan disembelih dalam upacara. Menhir yang berfungsi sebagai penambat hewan sebelum disembelih juga terdapat di Sumbawa dan Toraja. Ada pula menhir yang diletajan di kebun (Flores) sebagai watu lanu. Menhir digunakan pada saat upacara reba yang berfungsi sebagai media pemujaan untuk memohon berkah dan ucapan terimakasih atas keberlimpahan hasil bumi yang diberikan. Menhir juga digunakan sebagai tanda kubur seperti yang ditemukan di Sumatera Barat di kawasan 50 Koto.

Sedangkan menhir yang berdiri berkelompok dengan susunan melingkar disebut sebagai "watu kandang" di Jawa Tengah. Menhir dengan susunan melingkar dapat ditemukan di Tutari (papua), Bondowoso (Jawa Timur), Pasemah (Sumatera Selatan), Lembah Besoa (Sulawesi Tengah). Sementara menhir dengan susunan persegi atau persegi panjang dapat ditemukan di Situs Pakauman dan Kodadek (Bondowoso), Belumai, Tinggihari, Tanjung Bringin, Tanjung Menang, Tebat Sibentur di Dataran Tinggi Pasemah (Prasetyo dkk, 2006, 2009).

Dok pribadi

Dolmen sering disebut sebagai monument megalith. Secara umum, sebagian besar struktuktur dolmen kadang berbentuk gundukan tanah atau kadang hanya bilik tunggal, bahkan ada yang disangga batu-batu tegak dan ditutup secara rapat pada bagian bawah. Kata dolmen berasal dari kata frase "taol maen" yang berarti kurang lebih meja batu. Peneliti dan penulis dari Perancis, sekitar abad ke-18 menggunakan istilah "dolmin" untuk menyebutkan 'kuburan batu besar'. Fungsi dolmen di beberapa pendukung kebudayaan sebagai tempat untuk meletakkan persembahan, tempat sesaji atau diduga menjadi monumen untuk ritual yang erat kaitannya dengan pemujaan atau kepercayaan. Oleh karena itu, dolmen lebih dikenal dengan istilah 'meja batu'.

Di Kabupaten Jember sendiri hampir semua dolmen yang ditemukan di bagian bawah difungsikan sebagai kubur batu. Kekhasan dolmen di Jember terletak pada penyangganya yakni beberapa tugu batu berjumlah empat, enam, dan delapan tergantung dengan besar dan kecilnya meja batu. Sudah jelas diuraikan bahwa peninggalan masa Megalitikum ini digunakan sebagai media pemujaan. Ada kalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tidak dimakan oleh binatang buas, maka pada bagian kaki meja ditutup dengan pintu-pintu batu sampai rapat, disertai pula dengan bekal kubur sebagai bekal bagi si mayat di alam yang baru. Dari salah satu sumber dikatakan bahwa bagi masyarakat Jember, dolmen yang bawahnya digunakan sebagai kuburan atau tempat menyiram mayat lebih dikenal dengan sebutan pandhusa atau bong Cina. Dolmen di Jember tersebar di lereng Gunung Argopura yakni daerah Arjasa dan Jelbuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline