Kediri, Sukomoro -- Desa Sukomoro yang terletak di kecamatan Papar ini merupakan desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan buruh tani. Dikarenakan banyak penduduknya yang bermata pencarian sebagai petani tersebut serta kurangnya edukasi dalam pengolahan limbah, jadi kerap sekali ditemukan limbah pertanian seperti bonggol jagung dalam rumah warga atau yang berserakan di bahu jalan. (03/08/23)
Dalam upaya untuk mengurangi dampak negatif lingkungan dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, Mahasiswa KKN IAIN Kediri melakukan sosialisasi kepada warga desa sukomoro tentang pemanfaatan limbah pertanian khususnya bonggol jagung untuk dijadikan bahan bakar yang ramah lingkungan yaitu briket.
Briket adalah sejenis bahan bakar padat yang dihasilkan dari bahan-bahan organik seperti sekam padi, jerami, ampas tebu, batang dan bonggol jagung serta limbah-limbah pertanian/perkebunan lainnya. Salah satu limbah pertanian yang potensial di Desa Sukomoro ini adalah bonggol jagung, karena ketersediannya yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
Hisbullah selaku mahasiswa KKN dan pemateri berpendapat tentang alasannya diadakan sosialisasi ini untuk menumbuhkan wawasan kepada warga khususnya Desa Sukomoro. Limbah pertanian khususnya bonggol jagung bisa bernilai lebih apabila diolah menjadi bahan bakar yang ramah lingkungan. "Kita berpikir bagaimana memanfaatkan limbah pertanian khususnya bonggol jagung ini agar dapat bermafaat bagi masyarakat dengan mensosialisasikan cara pengoptimalan limbah bonggol jagung, kita dapat mendorong penggunaan yang lebih bijaksana seperti menjadikannya sebagai briket agar dapat mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan."
Briket dari bonggol jagung ini disosialisasikan di kediaman bapak Sunarto yang dihadiri oleh 20 warga desa dan 5 perangkat desa. Sosialisasi ini juga mendapat umpan balik positif dari warga yang hadir dalam acara tersebut. Menurut bapak sunarto salah satu perangkat desa Sukomoro berpendapat jika sosialisasi ini sudah tepat sasaran dan membuka wawasan para warga disini karena selama ini bonggol jagung hanya disimpan dan langsung dibakar ketika akan memasak. "Sasaran dari sosialisasi ini sudah tepat, karena dihadiri oleh ibu rumah tangga, petani, dan penjual sate. Semoga dengan pelatihan ini warga jadi tahu, bahwa bonggol jagung dapat dimanfaatkan menjadi briket". Ucap Bapak Sunarto.
Menurut bapak Sunarto juga terdapat kekurangan dalam sosialisasi ini seperti pemateri yang kurang luwes atau grogi dalam menyampaikan materinya dan kurangnya praktik dalam segi pembuatan briket dan pemasaran briket. "Menurut saya kekurangan dari sosialisasi ini adalah pada saat penyampaian materi masih terlihat agak kaku atau grogi, terus kurang praktik juga seperti saat pembuatan briket. Seharusnya tadi dipraktikan saja ketika membakar bonggol jagungnya jadi biar tau langkah-langkah yang terperinci itu seperti apa. Terus yang kedua dari segi pemasarannya seharusnya juga dipraktekkan seperti apa dan bagaimana cara bungkusnya selanjutnya plastik yang digunakan itu tipenya apa saja".
Bapak Sunarto juga berpesan kepada mahasiswa KKN untuk melanjutkan program sosialisasi tersebut dan menyaring atau mencari warga yang berminat untuk masuk kedalam pengelolaan bonggol jagung menjadi briket. "Kalau bisa program ini harus dilanjutkan, jadi tidak berhenti disosialisasi saja, mungkin dari teman-teman KKN bisa mencari atau menyaring warga yang ingin masuk dalam kegiatan ini, serta bisa mengadakan pelatihan pembuatan briket yang lebih terperinci dari masih berupa bonggol jagung sampai menjadi briket, setelah itu juga diadakan pelatihan pemasaran kayak bagaimana cara packingnya sampai dengan pemasarannya".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H