Lihat ke Halaman Asli

Karak (Krupuk Beras) Bu Warti dari Desa Gempolan Karanganyar yang Tetap Eksis Sejak 2003

Diperbarui: 15 Juli 2024   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Di sudut Desa Gempolan, Dusun Kesongo, Bu Warti telah mempertahankan warisan kuliner keluarganya sejak tahun 2003. Meski belum memanfaatkan dunia online untuk pemasaran, Bu Warti tetap menjadi favorit pelanggan setia dengan karak yang lezat dan berkualitas.

Salah satu kendala terbesar yang dihadapi Bu Warti adalah proses penjemuran karak saat musim hujan. Tanpa mesin oven, penjemuran menjadi tantangan tersendiri. Hal ini sering kali memperlambat produksi dan mempengaruhi ketersediaan karak di pasaran. Namun, dengan semangat dan kerja keras, Bu Warti terus berusaha mengatasi kendala ini demi memenuhi permintaan pelanggan.

Proses pembuatan karak Bu Warti dimulai dengan mencuci beras hingga bersih, kemudian dikukus dua kali dalam dandang tradisional. Proses ini membuat nasi menjadi lebih kering sebelum digiling dan dicetak menjadi karak. Bu Warti menggunakan beras Bulog yang lebih tahan lama karena tidak cepat gosong saat dimasak, meskipun perlu dicampur dengan beras lain untuk mendapatkan hasil terbaik. Setiap hari, Bu Warti mengolah 1 kwintal beras yang menghasilkan sekitar 13.000 hingga 14.000 biji karak.

Dok. Pribadi

Di tengah keterbatasan, Bu Warti menggunakan tiga mesin untuk memotong, menggiling, dan mencetak karak. Sayangnya, salah satu mesin tersebut sedang rusak. Meskipun begitu, Bu Warti tetap produktif dibantu oleh tiga tenaga kerja setia, yang jumlahnya berkurang dari tujuh orang sebelum pandemi Covid-19. Mereka telah bekerja bersama Bu Warti sejak tahun 2011, menunjukkan loyalitas dan dedikasi yang luar biasa.

Karak Bu Warti dijual dalam keranjang motor seharga Rp 420.000 untuk 3.000 biji karak, atau Rp 140 per biji. Meski pemasaran masih dilakukan secara tradisional melalui WhatsApp dan dari mulut ke mulut, Bu Warti tetap bisa menjaga omzet harian mencapai Rp 1 juta dengan penjualan sekitar 8 keranjang karak. Keuletan Bu Warti dalam memasarkan produknya secara langsung kepada pelanggan membuat usaha ini tetap bertahan di tengah persaingan yang ketat.

Dok. Pribdi

Karak mentah Bu Warti bisa bertahan hingga 2 bulan, sementara karak matang hanya bertahan sekitar 1 1/2 minggu. Stok karak yang telah dikeringkan disimpan terlebih dahulu sebelum digoreng saat akan dijual. Dengan stok beras hingga 3 ton di rumah, Bu Warti memastikan ketersediaan bahan baku selalu terpenuhi. Proses penjemuran memakan waktu 5-6 jam, terutama saat musim kemarau, yang sangat menguntungkan untuk produksi.

Ke depan, Bu Warti berencana menambah varian rasa pada karaknya untuk menarik lebih banyak pelanggan. Meskipun rencana ini belum terlaksana, optimisme Bu Warti tetap tinggi. Dengan inovasi dan kerja keras, ia yakin bisa terus meningkatkan kualitas dan variasi produknya.

Karak Bu Warti adalah bukti nyata bahwa semangat dan ketekunan dapat mengatasi segala tantangan. Warisan kuliner yang terus dipertahankan ini bukan hanya menawarkan cita rasa yang khas, tetapi juga cerita perjuangan yang inspiratif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline