Pernikahan dini sudah menjadi topik pembahasan yang panas di kalangan keluarga. Banyak keluarga yang menentang anaknya menikah sebelum umur yang tepat. Namun, masih ada saja keluarga yang malah mencari-carikan jodoh untuk anaknya agar bisa menikah secepat mungkin dengan berbagai alasan.
Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah usia 19 tahun. Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Apabila masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini.
Secara biologis, wanita yang berumur sebelum 19 tahun belum memiliki kematangan alat reproduksi secara maksimal. Sehingga, masih memungkinkan terjadi hal-hal yang abnormal dalam proses mengandung atau melahirkan nanti. Sehingga, terdapat banyak akibat yang terjadi ketika seorang wanita melakukan pernikaha dini, salah satunya yaitu meningkatkan kemungkinan bayi yang dilahirkan mengalami stunting.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Selain ditandai dengan tinggi badan yang kurang, bayi yang mengalsmi stunting mengalami penurunan tingkat kecerdasan, gangguan bicara, dan kesulitan belajar. Bayi yang mengalami stunting juga memiliki kekebalan tubuh yang rendah, sehingga rentan terkena penyakitpenyakit menular ataupun penyakit yang menurun.
Selain hal-hal diatas, pernikahan dini tentu saja meningkatkan resiko kematian ibu dan anak, pendarahan, prematur, dan lainnya. Sedangkan dari sisi sosial dan ekonomi, pernikahan dini juga meningkatkan resiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), kemiskinan, perceraian, dan lainnya.
Berdasarkan hal-hal dia atas, dapat ditunjukkan bahwa pernikahan dini memiliki banyak dampak buruk. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan pernikahan dini. Mahasiswa KKM UIN Malang kelompok 132 yang peduli dengan kondisi masyarakat sekitar turut serta dalam pencegahan pernikahan dini. Mahasiswa KKM melakukan sosialisasi kepada siswa di SMAS Diponegoro. Sosialisasi ini bertujuan agar siswa termotivasi untuk melanjutkan pendidikan dan tidak terburu-buru untuk menikah sebelum umurnya.
Para mahasiswa memberikan materi terkait akibat adanya pernikahan, dampak pernikahan dini dalam aspek biologis, psikologis, dan sosial, serta aspek-aspek lainnya. Antusiasme siswa yang tinggi dalam kegiatan ini juga menjadikan semangat baru bagi para mahasiswa untuk selalu menyebarkan slogan pencegahan pernikahan dini.
#Kuliah Kerja Mahasiswa
#UIN Malang
#Kelompok 132
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H