Pancasila, dasar negara Indonesia, memiliki peran ganda yang tak terpisahkan yaitu sebagai aturan hukum dan etika pandangan hidup. Pemahaman mendalam mengenai dualitas peran ini menjadi esensial dalam memahami esensi Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prof. Mahfud MD pernah berkata bahwa ketika Pancasila disebut sebagai dasar negara, maka yang lahir adalah aturan hukum. Tetapi, ketika Pancasila dilihat selain sebagai dasar negara, baik sebagai pandangan filsafat maupun pandangan hidup, maka yang lahir adalah etika dan moral.
Sejarah mencatat bahwa Pancasila lahir dari pemikiran para pendiri negara sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara yang mengandung nilai-nilai luhur dari dalam pribadi bangsa Indonesia. Pancasila memiliki dimensi normatif yang berarti nilai-nilai yang terkandung perlu diimplementasikan dalam sistem norma. Nilai-nilai Pancasila dijadikan acuan dalam norma-norma yang berlaku di masyarakat serta sebagai dasar penyusunan peraturan perundang-undangan dari dari tingkat paling tinggi seperti Undang-Undang Dasar 1945 sampai ke peraturan-peraturan operasional yang lebih spesifik.
Pancasila merupakan standar etika dan moral yang berlaku bagi individu maupun masyarakat luas, termasuk bagi para pemimpin dari lapisan paling atas hingga paling bawah. Dengan kata lain, perilaku dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari para pemimpin, individu, maupun masyarakat haruslah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam penyelenggaraan negara, prinsip-prinsip etika pemerintahan menekankan pentingnya menjalankan kekuasaan dalam negeri dengan mematuhi asas legalitas (legitimasi hukum), melaksanakannya secara demokratis (legitimasi demokratis), dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral).
Dewasa ini, masyarakat disajikan dengan tindakan para pejabat yang melanggar etika. Pada gelaran Pilpres 2024 ini saja, banyak sekali permasalahan etika yang terjadi. Bermula dari putusan MK terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan ini membuka jalan bagi Gibran, putra presiden Jokowi, untuk maju sebagai calon wakil presiden meskipun baru menjabat sebagai walikota Solo selama 2 tahun. Hakim MK Anwar Usman yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Terdapat 5 prinsip kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang dilanggar, yaitu prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan keseksamaan, independensi, serta kepantasan dan kesopanan.
Presiden Jokowi juga terus menjadi sasaran kritik selama gelaran Pilpres 2024 karena dituduh melanggar etika dengan mendukung salah satu calon. Menurut Romo Magnis, seorang presiden dapat menyatakan preferensi politiknya, tetapi tidak boleh menyalahgunakan kekuasaannya. Menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi aparat seperti ASN, polisi, dan militer demi mendukung calon tertentu, serta menggunakan uang negara untuk mendukung kampanye, hal-hal tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip etika yang menuntut presiden untuk adil kepada semua warga negara termasuk politisi tanpa pandang bulu.
Pada akhir Pilpres 2024, berbagai pihak terus berupaya untuk mendiskreditkan hasilnya. Bahkan setelah Mahkamah Konstitusi mengumumkan keputusannya mengenai sengketa Pilpres 2024, Partai PDI Perjuangan, yang mengusung pasangan calon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud yang hanya mendapat dukungan sekitar 16%, mengangkat isu hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan terbaru. Selain itu, PDI P juga menggugat KPU ke PTUN, dengan alasan bahwa KPU diduga melakukan pelanggaran hukum dengan menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam proses penyelenggaraan Pilpres 2024. Sebuah partai politik berperan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat harus dilandasi oleh prinsip etika politik. Kekalahan atau kemenangan dalam kontes politik adalah hal yang lumrah, partai politik tidak boleh mengabaikan kehendak rakyat, termasuk berusaha membuat keraguan atas hasil pemilu semata-mata demi kepentingan golongannya sendiri.
Sebagai penutup, Bersama-sama kita telah melihat bagaimana Pancasila seharusnya tidak hanya menjadi aturan hukum tetapi juga etika pandangan hidup. Pemahaman akan dualitas ini penting untuk memahami esensi Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan bernegara. Pancasila, sebagai standar etika dan moral, memainkan peran penting dalam membimbing perilaku individu dan masyarakat, termasuk para pemimpin. Walaupun, dalam praktiknya, kita masih sering melihat pelanggaran terhadap prinsip-prinsip etika ini, terutama dalam konteks politik.
Pilpres 2024 menjadi sorotan terkait banyaknya permasalahan etika, seperti putusan MK yang kontroversial dan tuduhan melanggar etika terhadap Presiden Jokowi. Hal ini menyoroti pentingnya prinsip etika dalam penyelenggaraan negara dan politik. Dalam menyikapi hasil Pilpres, semua pihak harus mengedepankan prinsip etika politik, menghormati kehendak rakyat, dan menghindari tindakan yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya menjadi panduan aturan hukum tetapi juga pedoman etika yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak demi terciptanya bangsa yang adil dan makmur sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H