Lihat ke Halaman Asli

Irwan Bajang: Seperti yang Indrian Koto Katakan, Jarak Menciptakan Rindu

Diperbarui: 10 Juni 2017   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://kitasetara.org

Saya (Fajar Nurmanto) bertemu Irwan Bajang dalam kondisi yang tergesa-gesa. Kondisi itu membuat percakapan kami begitu spontan dan luwes; tidak ada tendesi untuk menutup-nutupi perihal rumah tangga. Ada yang bilang kalau ingin melihat karakter asli seseorang, amati reaksi spontan dirinya. Berikut percakapan spontan tersebut.

Apa sih arti setara menurut Mas Bajang?

Setara itu dalam hubungan laki-laki dan perempuan atau rumah tangga ya. Jadi gini, aku dan istriku sudah masuk pernikahan di tahun ketiga. Kita bekerja dalam bidang yang sama. Kami mengurus penerbitan bernama Indie Book Corner. Posisi yang aku bangun dari dulu, semenjak jaman pacaran ya, pembagian tugas aja sih soal kesetaraan itu.

Maksud saya, kan ada orang yang membedakan laki-laki dan perempuan dalam scope yang jauh banget. Laki-laki mesti gini, perempuan mesti gitu. Kalau aku bagi peran aja semisal mengangkut buku satu kardus kan gak mungkin dilakukan perempuan. Tapi dalam beberapa hal seperti di rumah, semisal memasak. Kita sama-sama suka masak jadi tidak harus memasak dikerjakan oleh istri terus. Termasuk masalah bersih-bersih, kalau istri lagi malas sesekali ya aku yang ambil peran itu.

Kalau dalam hal frekuensi dalam melaksanakan kewajiban masing-masing?

Kita ngikuti umumnya orang sih. Contohnya memasak dan mencuci itu biasanya perempuan. Hanya saja kita gak pernah memaksa, "Itu tugasmu lho, bukan tugasku". Bukan mentang-mentang aku sebagai suami, tugasku saklek mencari nafkah. Kita bekerja di tempat yang sama dan aku tahu keseharian istriku. Gak mungkin aku maksa dia untuk kamu harus pulang lebih dulu, lalu menyiapkan makanan dan merapikan tempat tidur.

Kalau aku yang lagi punya waktu luang, ya aku masak dan bersih-bersih tidak masalah. Dalam urusan kepemilikan kendaraan misalnya. Gak mesti harus pakai nama suami kok. Bahkan dulu sebelum ganti KTP Jogja, beli sesuatu pun pakai nama istri gak jadi soal.

Dalam masyarakat hari ini, istri yang memiliki penghasilan sendiri akan mempunyai daya tawar lebih meskipun berada di lingkup keluarga patriarki. Apakah itu juga terjadi di dalam rumah tangga Mas Bajang?

Gak sih. Kita berdua sama-sama pemilik di perusahaan yang kami kelola, jadi gaji kami sebenarnya sama. Memang aku lebih tinggi sedikit karena porsi kerjaku lebih banyak. Posisiku sekarang sebagai CEO sementara istriku adalah kepala editor. Otomatis gajiku lebih tinggi sejuta-dua juta. Selisih itu tidak jadi masalah karena keuangan kami sangat terbuka seperti jumlah nominal di ATM masing-masing. Itu pun hanya dipakai untuk kebutuhan personal seperti menjalin relasi, ngopi, beli rokok, dan semacamnya. Kita juga punya rekening bersama yang dipakai untuk menyimpan uang tabungan keluarga.

Kalau pengelolaan keuangan diserahkan pada istri?

Iya, tapi aku juga tahu soal pengeluaran karena istriku selalu melaporkan. Semisal beli baju atau beli kebutuhan rumah tangga. Sebenarnya juga tidak ada pembagian kamu harus beli dengan harga segini, aku segitu. Kesadaran aja kebutuhan bulanan yang harus dipenuhi lebih dulu apa. Nyaris gak ada konflik kalau terkait keuangan rumah tangga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline