Lihat ke Halaman Asli

David Abdullah

TERVERIFIKASI

Membela Palestina, Menista Rohingya

Diperbarui: 10 Desember 2023   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia Perahu. Demikian predikat yang disematkan oleh dunia kepada pengungsi Rohingya. Terminologi itu tentu tidak lahir dari ruang hampa. Kaum eksil itu dikenal dengan sebutan demikian lantaran upaya mereka untuk melarikan diri dari Myanmar dengan menggunakan perahu-perahu kayu ala kadarnya.

Perjalanan eksodus yang sangat berisiko ini kerapkali dilakukan dengan kondisi yang tak layak. Mereka menggantungkan hidupnya di atas perahu atau kapal kayu yang amat rapuh untuk melintasi arus lautan yang berbahaya. Negara-negara tetangga seperti Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia menjadi destinasi mereka dalam mencari suaka.

Sejak pemerintah Myanmar menerbitkan Undang-Undang Kewarganegaraan pada tahun 1982, jutaan populasi etnis Rohingya seketika kehilangan kewarganegaraannya (stateless). Dasar konstitusi itu menghapus status etnis Rohingya sebagai "ras nasional" yang akhirnya memaksa mereka hidup tanpa hak-hak dasar di negara bagian termiskin Myanmar, Rakhine.

Setelah mengalami rangkaian diskriminasi sistematis, persekusi, dan sejumlah insiden pelanggaran HAM berat yang mencapai puncaknya pada tahun 2017, mayoritas etnis Rohingya terpaksa mengungsi dari tempat tinggal mereka. Sebagian kecil dari mereka melarikan diri ke wilayah Indonesia.

Krisis pengungsi Rohingya adalah situasi kompleks yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Seringkali, tatkala tiba di negara-negara penerima suaka, mereka tak memiliki status hukum yang jelas sebagai pengungsi. Akibatnya, mereka pun terpaksa hidup dalam kondisi yang sangat rentan di negeri asing tempat mereka bernaung.

Selain dihadapkan pada status hukum yang abu-abu, terbatasnya akses pendidikan dan layanan kesehatan, serta kesulitan dalam mencari pekerjaan layak adalah sejumlah tantangan yang juga harus mereka hadapi.

Nahasnya, penderitaan mereka tidak berhenti sampai di situ saja. Banyak dari masyarakat di negara tujuan suaka yang menolak eksistensi mereka. Indonesia adalah salah satunya.

Masyarakat setempat menuding pengungsi etnis Rohingya kerap membuat masalah, seperti kabur dari penampungan, mengeluh ketika diberi makanan, serta terlibat kasus pelecehan.

Penolakan yang sama juga ditunjukkan oleh netizen di media sosial. Alih-alih mendorong pemerintah agar segera menemukan solusi, mereka justru melontarkan cercaan yang tak pantas didapatkan oleh orang-orang yang sudah sangat menderita.

Lantas, mengapa netizen Indonesia yang budiman, memiliki urgensi yang begitu kuat untuk membantu dan mendukung Palestina, tetapi terkesan antipati terhadap kehadiran pengungsi Rohingya di Tanah Air?

1. Konteks Sejarah dan Identitas Politik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline