Lihat ke Halaman Asli

David Abdullah

TERVERIFIKASI

Tersedak PHK Massal, Negara Bisa Apa?

Diperbarui: 21 November 2022   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi PHK massal start-up Indonesia. | Freepik.com/Sarinya9940

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2022 yang menyentuh angka 5,4 persen, tidak semerta-merta membuat kaum pekerja dapat bernapas lega. Awan gelap saat ini tengah bersiap menyelimuti masa depan mereka.

Tren pertumbuhan aspek ekonomi yang disebut sangat impresif oleh pemerintah itu, ternyata tidak mampu menciptakan lapangan kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal lah yang justru kini marak terjadi di tengah perbaikan iklim ekonomi dalam negeri. Ironis memang.

Ada sedikitnya 18 perusahaan rintisan (start-up) di dalam negeri yang mulai merasionalisasi jumlah pekerjanya, di antaranya Shopee, TokoCrypto, Indosat, Mamikos, Zenius, LinkAja, SiCepat, dan GoTo. Hingga yang terbaru, Ruangguru juga menerapkan kebijakan yang sama terhadap ratusan karyawannya.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran Indonesia periode Agustus 2022 sudah mencapai 8,42 juta

Jumlah tersebut talah meningkat sekitar 20.000 dibanding periode Februari 2022, yakni 8,40 juta. Data statistik itu belum termasuk jumlah pengangguran akibat PHK massal yang akhir-akhir ini terjadi.

Tren PHK massal sebelumnya juga telah diprediksi oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Ia mengatakan bahwa gelombang PHK bakal menerpa sejumlah korporasi berbasis digital seperti fintech, edutech, dan healthtech.

Menurutnya, bencana ekonomi itu terjadi lantaran persaingan pencarian investor yang kian ketat di tengah ancaman resesi global pada tahun 2023 nanti. Agresivitas start-up digital saat ini tidak sebanding dengan sumber dana baru dari investor.

Banyak investor, khususnya asing, yang mulai menghindari perusahaan dengan valuasi tinggi, tetapi secara profitabilitas bernilai rendah atau model bisnisnya tak berkelanjutan.

Tekanan makro-ekonomi pascapandemi juga berpengaruh pada terjadinya PHK massal, yang mencakup naiknya inflasi, penurunan daya beli masyarakat, risiko geopolitik, dll.

Selain itu, tren rekrutmen secara besar-besaran (over-staffing) juga mempunyai andil. Beban operasional untuk menggaji pekerja tidak sanggup diimbangi profit sehingga kebijakan PHK massal lah yang diterapkan oleh perusahaan digital.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline