Tak hanya sering memperoleh perlakuan diskriminatif, nasib para jomlo saat ini kian tragis. Kenaikan UMP 2022 yang tak seberapa, bikin niat ijab kabul makin jauh dari kata terkabul.
Pantang janur kuning untuk melengkung sebelum Jepang ditelikung. Barangkali itu lah sumpah yang pernah diikrarkan Bung Hatta dan Tan Malaka. Keduanya berjanji tidak bakal menikah sebelum segala jenis penjajahan musnah dari bumi Nusantara.
"Ia (Tan Malaka) tidak kawin karena perkawinan akan membelokkannya dari perjuangan," ucap SK Trimurti, sahabat dekat Tan Malaka.
Adapun Bung Hatta tetap jomlo sampai usianya menginjak ke-40 tahun, untuk mendedikasikan jiwa dan raganya demi perjuangan bangsa. "Bung Hatta sadar apa yang sedang dia prioritaskan," kata Halida Hatta, putri Mohammad Hatta.
Ketimbang mengikuti jejak sahabatnya, Soekarno membabat rimba pemahaman yang sama sekali berbeda terkait konsep kejomloan. Sosok Presiden yang sempat dianggap oleh Gus Dur "gila wanita" itu justru membedah keresahan para jomlo dengan bilah pisau kausalitas.
Bung Karno menyibak kegelisahan para jomlo itu dalam sebuah risalah bertajuk "Sarinah: Kewadjiban Wanita dalam Perdjoangan Republik Indonesia" pada tahun 1947 silam. Hubungan sepasang manusia yang tak berujung pada jenjang pernikahan disebabkan oleh kapitalisme.
"Masyarakat kapitalistis zaman sekarang adalah masyarakat yang membuat pernikahan suatu hal yang sukar. Sering kali pula suatu hal yang tak mungkin," tegas Soekarno.
Kapitalisme, menurut Sang Putra Fajar, adalah buah pergaulan hidup yang lahir dari sistem produksi yang mensegregasi pekerja dari alat-alat produksi. Adapun sektor produksi akan selalu dikuasai oleh kaum pemilik modal. Dengan demikian, kapitalisme akan membuat setiap hasil "kerja keras" mustahil untuk dinikmati oleh kaum buruh.
Sementara itu, dalam orasinya bertajuk "Indonesia Menggugat" yang dia anggit pada tahun 1930, Soekarno menegaskan, kapitalisme ialah cikal bakal penindasan manusia atas manusia atau imperialisme modern. Adapun dalam "Fikiran Ra'jat" 1932, dia menyebut, kapitalisme sebagai pintu gerbang menuju Verelendung alias sumber kesengsaraan.
"Itulah kapitalisme, yang ternyata menyebarkan kesengsaraan, kepapaan, pengangguran, balapan-tarif, peperangan. Pendek kata, menyebabkan rusaknya susunan dunia yang sekarang ini," tulis Bung Karno.