Wajar kalau Kamu emosi sambil mengernyitkan dahi ketika baca judul artikel ini. Mana bisa otak manusia kentut begitu? Absurd!
Apa Kamu pernah memanggil pacarmu dengan nama mantan yang dulu pernah mencampakkan hatimu yang rapuh itu? Pastinya Kamu pernah, dong, masuk ke sebuah ruangan, tetapi seketika terpana, terpaku, kemudian lupa, apa sebetulnya tujuanmu masuk ke sana? Pernah, kan?
Atau, mungkin sering lupa taruh kunci meskipun barang logam itu lagi Kamu pegang? Parah! Coba misalkan hidung mungilmu itu enggak menempel, pasti sudah hilang dari dulu. Bercanda, Gaes.
Kalau Kamu pernah merasakan seluruh peristiwa konyol itu, tak perlu bersedih atau berkecil hati. Sebab, aku menemui fenomena yang jauh lebih absurd yang sempat dialami oleh seorang temanku.
Saat temanku ini ikut acara futsal rutin. Kebetulan waktu itu aku pun ikut main. Temanku yang awalnya berangkat naik sepeda (gowes), justru jalan kaki ketika dirinya pulang ke kos-kosan.
Tanpa rasa berdosa secuil pun, anak ini meninggalkan sepedanya di area parkir futsal. Begitu sampai di kamar, dia baru sadar kalau sepedanya masih di tempat futsal. Mana tempat futsalnya lumayan jauh pula. Aku yang melihatnya kala itu cuman bisa tepuk jidat. Entah apa yang merasuki otaknya yang masih polos itu.
Dari semua fenomena di atas, ada satu benang merah yang identik. Ketiganya bukanlah suatu hal yang baru. Seluruh aktivitas itu sudah jadi kebiasaan yang sering dilakukan oleh para pelakunya.
Kalau Kamu merasa pernah mendadak nge-blank tentang suatu aktivitas yang rutin dilakukan, itu artinya otak Kamu lagi kentut sembarangan. Untung tidak bau jengkol. Masih belum paham juga?
Kentut otak merupakan sebuah kondisi yang mana otak tak mampu mengingat informasi sementara waktu. Hal itu lah yang menjadi alasan mengapa Kamu tak bisa langsung mengingat hal yang ingin dikatakan atau letak barang yang Kamu simpan kendati sudah sering digunakan. Kegagalan aktivitas otak itu yang sering kali menyebabkan terjadinya kesalahan ketika melakukan tugas yang berulang.
Jangankan Kamu, aku yang nulis artikel ini pun heran. Mengapa harus dipanggil kentut otak? Apa memang sudah tak ada lagi istilah lain yang lebih estetik?