Pasal karet dalam UU ITE kembali meminta tumbal. Kali ini, jurnalis warga yang menjadi mangsanya. Mereka yang sudah gagah berani megibarkan fakta serta kejujuran, justru digiring ke dalam penjara.
Pada era digital, dunia jurnalistik tidak hanya dimonopoli kalangan juru warta profesional saja, tetapi juga bisa dihuni dan dimiliki oleh seluruh warga negara.
Melalui sebuah medium yang bernama "citizen journalism" (jurnalisme warga), kita bisa menjadi garda terdepan dalam membagikan kabar dan informasi yang memiliki nilai berita untuk masyarakat.
Ia menjadi ruang yang bisa diakses oleh siapa saja, tanpa sekat dan segmentasi. Jurnalisme warga memposisikan setiap spesies manusia seolah-olah berperan sebagai juru warta sungguhan.
Sebagai seorang jurnalis warga (citizen journalist), mereka melakukan aktivitas jurnalistik, seperti mengumpulkan dan mengolah informasi serta data menjadi hidangan berita yang layak dikonsumsi.
Meski jurnalis warga menyandang lema "jurnalis" dalam istilahnya, sayangnya, para pelakunya tak mungkin disamakan dengan jurnalis profesional.
Alih-alih dirangkul, jurnalis warga justru berpeluang mendapatkan hukuman yang lebih berat jika ada 'sengketa' informasi. Vonis itulah yang belum lama ini dialami oleh YouTuber asal Medan.
Dua YouTuber itu adalah Benni Eduward Hasibuan dan Joniar Nainggolan. Mereka 'dihadiahi' pidana delapan bulan penjara lantaran melakukan aktivitas jurnalisme warga yang mencatut nama aparat.
Hukuman itu dipicu video mereka terkait temuan mobil bodong yang dinilai sudah menunggak pajak–yang ditengarai milik oknum petugas pajak di Kota Medan.
Kedua sosok YouTuber itu memang kerap membuat video tentang kritik sosial. Oleh sebab itu, Benni menyebut bahwa dia dan rekannya, Joniar, sudah dijadikan "target operasi" oleh oknum tertentu.