Samuel Paty menjadi bukti bahwa hoaks, khususnya yang bernuansa agama, bisa berakibat amat fatal, bahkan dapat merenggut jiwanya.
Pada 6 Oktober 2020 lalu, seorang siswi sekolah menengah di Prancis berinisial Z mendapat hukuman skorsing selama dua hari lantaran dirinya kerap membolos.
Ketika ia tidak menghadiri kelas, seorang guru sejarah dan bahasa bernama Samuel Paty sedang membahas tentang karikatur Nabi. Karikatur itu merujuk pada majalah satire Charlie Hebdo setelah penyerangan oleh teroris pada Januari 2015 lalu, yang menewaskan 12 orang.
Paty disebut-sebut telah meminta siswa muslim di kelasnya guna menutup mata mereka atau beranjak sejenak di koridor saat ia hendak menunjukkan gambar itu kepada siswa lainnya.
Kemudian, dua hari berselang, sang siswi mengaku kepada ayahnya bahwa dirinya diskors oleh Paty lantaran ia menyatakan ketidaksetujuannya. Ia merasa keberatan mengenai keputusan Paty yang meminta siswa muslim untuk keluar kelas sebelum sang guru menunjukkan karikatur Nabi.
Mendengar pengakuan putrinya, sang ayah, Brahim Chnina, lantas membuat sebuah video, dan mengunggahnya di Facebook. Dalam video dia mengecam serta menuduh Paty sudah melakukan diskriminasi. Dia juga menuntut agar Paty dipecat sebagai guru di sana.
Tak hanya itu, Chnina juga mengadu ke sekolah dan melapor ke polisi. Laporan itu dibuat dengan menuduh Paty sudah menyebarkan gambar pornografi, yang memicu isu Islamofobia di sekolah.
Sontak, isu islamofobia serta dua video Chnina terekskalasi dalam media sosial, hingga mencapai Abdullah Anzorov (18), sosok imigran kelahiran Chechnya yang teradikalisasi.
Sekitar 10 hari kemudian atau pada 16 Oktober, Anzorov mendatangi sekolah tersebut. Dia diketahui membayar dua siswa untuk menunjukkan sosok Paty.
Saat Paty hendak pulang ke rumahnya, Anzorov membuntutinya dari belakang. Nahas, dia menikam Paty dengan pisau, kemudian memenggal kepalanya.