Lihat ke Halaman Asli

David Abdullah

TERVERIFIKASI

Potret Kemiskinan di Sepiring Nasi Aking

Diperbarui: 10 Desember 2020   18:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seorang nenek dan cucunya sedang menyantap nasi aking di depan rumah mereka.| (Foto: Kompas/Siwi Yunita Cahyaningrum)

Setiap butir nasi yang kita buang tempo hari, yang kini mengering, merupakan makanan pokok bagi saudara kita yang tak beruntung.

Tatkala satu demi satu pemimpin publik dicokok sebab korupsi. Ketika kita masih saja gemar membuang-buang makanan. Di saat yang sama ribuan manusia tidak beruntung di luar sana dengan sangat terpaksa harus makan "nasi daur ulang".

Demi bertahan hidup di dalam atmosfir ekonomi yang semakin sulit di tengah merebaknya pandemi Covid-19, sebuah keluarga di Desa Citeureup, Dayeuhkolot, Bandung, rela mengkonsumsi nasi aking.

Ujang Soleh (36) memiliki penghasilan Rp30-40 ribu setiap harinya dari barang yang ia kumpulkan untuk menafkahi anak istri dan membayar kontrakan.

Di rumah kontrakan kecilnya ia tinggal bersama istri dan anaknya yang masih balita. Setiap hari Ujang mengumpulkan barang bekas untuk dijual kembali.

Untung tak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak. Sejak pandemi melanda, penghasilan Ujang tidak menentu. Ia acapkali pulang dengan tangan hampa–tanpa membawa uang sepeser pun!

Para pengepul barang bekas langganan Ujang banyak yang tutup atau tidak lagi menerima barang dari hasil memulung karena stok barang masih menumpuk dan sulit untuk dijual kembali.

Akhirnya ia dan keluarga terpaksa harus memilih nasi aking sebagai pengganti beras. Dari barang buangan itu mereka menggantungkan hidupnya dan dari nasi "buangan" pula mereka bertahan hidup.

Program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah belum sepenuhnya mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, taruhlah sebuah keluarga asal Desa Slatri, Larangan, Brebes. Nasib yang dialaminya pun serupa dengan keluarga Ujang.

Keterbatasan ekonomi membuat Sokheh dan keluarga harus tinggal di gubuk tua bersama anak dan ibunya. Sehari-hari mereka makan nasi aking karena tidak mempunyai uang untuk membeli beras. Bahkan Shokeh pun mengaku terkadang meminta nasi aking pada tetangga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline