Bandung (05/12) -- Inspirasi dalam menulis terkadang harus menunggu ackward moment, kita merasa gatal dan tersentil karena ada hal yang mengganjal/canggung terhadap situasi, pandangan, pola pikir, dan ide.
Momentum survey dari HCM dengan menggunakan istilah entropy yang dipinjam dari bidang ilmu dasar fisika jualah yang akhirnya mendorong saya untuk menelurkan tulisan ini, bukan untuk meluruskan atau mencari pembenaran, namun untuk memperluas khasanah keilmuan kita Bersama.
Penulis dulu pernah belajar tentang materi ini saat masih duduk di bangku perkuliahan tingkat 2, dan menemukan buku yang cocok karangan pak Zemansky, "Heat and Thermodynamics".
Pun begitu, pada rubrik ini tidak akan kita bahas mengenai penurunan persamaannya. Istilah entropy yang dipakai dalam survey kemarin di ambil dari hukum ke II termodinamika, sebenarnya ada hukum ke 0 (nol) dan hukum ke I termodinamika, hukum ke II muncul sebagai konsekuensi dari batasan -- batasan (constrain) dari hukum ke 0 dan ke I. Memang hukum-hukum dalam ilmu alam itu muncul dari implikasi-implikasi hukum-hukum sebelumnya.
Kembali ke topik, karena judul ini adalah filsafat maka luaran yang diharapkan muncul adalah suatu argument yang mudah di terima, tidak alot, dan masuk dalam semua perspeksi setiap individu. Fisika itu sebenarnya adalah filsafat alam, yaitu ilmu yang menggunakan alat bantu matematis untuk menjelaskan fenomena alam. Jadi guru fisika yang sejati itu sebenarnya seorang filsuf.
Adagium ini cocok sekali untuk mewakili diri seorang Eninstein, dia pernah berkata bahwa seseorang dikatakan paham akan sebuah topik itu jika mampu menjelaskannya dengan simple. Tapi kok ruwet ya pelajaran fisika di sekolah menengah, hehe.
Kalau dalam proses belajar penulis, Pak Zemansky inilah yang mengajari tentang filsafat termodinamika. Hukum Hukum pertama termodinamika menyatakan bahwa jumlah total energy sebuah system termodinamika selalu tetap, meskipun energy dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk energy yang lain. Ini lah prinsip konservasi energy.
Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa panas tidak akan pernah secara spontan berpindah dari benda yang bersuhu rendah ke benda yang bersuhu tinggi. Kedua hukum termodinamika ini jika digabungkan akan menghasilkan kesimpulan bahwa sepanjang waktu sebuah system tertutup memiliki jumlah energy yang tetap, dan distribusi dari energy tersebut semakin merata di seluruh bagian system. Itu lah yang disebut proses entropi.
Dengan kata lain prinsip tersebut menyatakan bahwa system tertutup, termasuk alam, akan menuju pada kondisi ketidakteraturan atau menjadi semakin tidak teratur. Semakin tidak teratur berarti semakin tinggi nilai entropinya. Selanjutnya, Setiap benda karena entropinya meningkat dengan cepat secara alamiah akan menuju pada pembusukan. Untuk mencegah aga "r" entropi suatu system tidak meningkat dengan cepat, maka diperlukan usaha manusia melalui aplikasi ilmu dan teknologi.
Di dalam kondisi batas yang ditetapkan oleh hukum termodinamika, terdapat kebebasan pada lintasan entropi. Meskipun entropi bertambah, proses penambahannya dapat menempuh beberapa lintasan berbeda. Karenanya proses entropi tidak dapat dipastikan. Fakta utamanya adalah bahwa entropi harus bertambah dari periode waktu ke periode berikutnya. Ini adalah proses akumulatif yang tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali yang menunjukan peluruhan.
Mengatakan bahwa penambahan entropi tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali tidak sama dengan mengatakan bahwa proses entropi tidak dapat dibalikkan. Sebuah system fisis yang terbuka akan mungkin mengalami penurunan entropi dalam periode waktu tertentu.