Lihat ke Halaman Asli

Belajar di Gerbong Kereta

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hal yang tidak mudah didapat dan ditemukan dengan begitu saja. Sebuah pengalaman terpenting telah saya dapatkan dengan waktu yang tidak begitu lama. Hanya dalam perjalanan 3 jam antara kota Malang dan Tulungagung saya mengantongi banyak ilmu. Hal yang tidak disangka-sangka, tetapi inilah kenyataanya ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin saya dapatkan ketika kuliah.

“Belajar tidak dibatasi dengan tempat”

Pagi tadi (21/06) pukul 07.00 kami merencanakan untuk pulang ke Tulungagung, walaupun kuliah belum libur bagi mahasiswa UIN Maliki Malang semester II. Kami memiliki kepentingan lain untuk mengantarkan adik-adik saya yang telah mengikuti ujian SBMPTN, serta menghadiri acara pengajian umum yang diselenggarakan oleh Ponpes Darussalam. Sama halnya teman saya, dia juga hendak menjenguk neneknya yang ada di Tulungagung.

Suana yang cerah pagi ini, kendaraan belum banyak berlalu-lalang di depan kampus hijau ini. kami memilih untuk segera berangkat ke Stasiun Malang kota. Dengan pakaian yang sederhana dan menenteng tas berisi buku dan leptop.Prit… prit.. suara pluit pak satpam yang menyebrangkan kami dari depan kampus. Tidak beberapa lama angkot jurusan Arjosari-Landungsari (AL) datang. Tetapi menunggu lama, kami bergegas naik angkot tersebut. Wah! ternyata di dalam yang cowok hanya saya dan finu temanya dari 10 orang penumpang. Tetapi kami tidak anggap itu sebagai sutau masalah, melainkan hal yang biasa karena kita tidak boleh membedakan gender. Dalam waktu 30 meneit angkot mengatrakan kami ke stasiun kota Malang. Melihat statiun yang masih tidak begitu ramai, kami langsung mendekat ke pintu masuk dan menunjukkan tiket serta kartu identitas. Kami semua akhirnya masuk masuk ke dalam stasiun dan menuju jalur dua.

Tut..tut… telah terdengar suara bel lokomotif kreta. Salah seorang petugas pun menyampaikan kepada seluruh penumpang untuk bersiap-siap. Sebagai calon penumpang yang baik, saya patahui saja apa yang dikatidakan petugas. Seperti biasa suasana dalam kreta tentu saja panas dan sumpek sekali. Saya dan finu memutuskan untuk berada diluar dekat dengan pintuk masuk gerbong kreta. Selain untuk menikmati udara segar, kami juga ingin melihat pemandangan yang indah di Jawa Timur bagian selatan ini.

Saya dan Finu terpisah, dia disebelah selatan dan saya di sebelah utara. Karena suasana tidak begitu ramai, saya duduk didekat pintu. Tidak beberpa lama kemudian saya ditegur oleh bapak-bapak umurnya sekiran 40 an. “lo kok disini dek, ndak kedalam” kata bapak tersebut. “disini nyaman pak, ndak panas dan udaranya segar”. Di sinilah mulai saya dapatkan pengalaman yang indah dan banyak ilmu. Kamudian saya berkenalan dengan bapak tersebut. Beliau bernama Sutarji. Beliau banyak bercerita tentang masalalunya kepada saya. Mulai dari kecil hingga sekarang dia sudah bekerja di Bank BRI Kota Sidoarjo sebagai satpam. Beliau dulu saat kecil sudah mulai mencium apa itu yang namanya minuman keras, bahkan dia telah merasakan dan tidak pernah berhenti sampai lulus sma. Beliu dikenal sebgai tokoh preman yang disegani di desanya, karena semua orang pasti tidak berani dengannya karena dia jago silat dan suka minum.

Dipenghujung pembicaraanya beliau berpesan kepada saya. Kita itu hidup sebgai manusia hanya sekali saja, jang pernah berbuat jahat apalagi minuman keras karena itu dapt merusak masadepan kita dari segi jasmani dan rohani. Dalam berteman kita jangan terlalu memilih teman yang baik saja. Karena terkdang kita membutuhkan tempat yang jelek juga. Dengan artian kita berteman tetapi membatasi atas apa-apa yang dilarang dantidakikut arus dengan mereka. Satu pesan terakhir dari beliau, carilah pacar yang banyak kemudia pilihlah diantara mereka yang bener-bener dapat menerima kamu dengan tulus tanpa tujuan harta.

“Wah luar biasa bapak ini” Pikirku dalam hati. Saya memandang beliau sebgai orang yang kurang baik dari segi agama. Tetetapi ucapannya baik. walaupun begitu saya tetap menerimanya dengan lapang. Karena memang kita tidak boleh memandang siapa yang berkata tetetapi yang perlu diketahui yakni apa yang dikatidakan.

Terima kasih pak Sutarji atas makanan rohaninya. Tidak lama kemudia beliau samapi tujuannya di stasiun sumber pucung. Kini saya kembali duduk sendiri didekat pintu. Tiba-tiba temen saya finu memanggil saya “kis…! Sini”. Saya datang mendekat. Ternayta dia lagi asyik berbincang dengan seorang bapak tua yang umurnya sekitar 70 tahuanan. Saya berkenalan dengan bpak itu. Beliau adalah salah satu mantan abri yang bekerja dikelautan yang juga ikut andil dalam proses pembasmian PKI serta Agresi Militer Belanda II. Kisahnya asyik dan menarik. Beliau asli Tulungagung tepatnya di kelurahan Bago kecamatan Kalidawir. Senang rasanya dapat berkenalan dengan tokoh nasional yang berjasa tetapi tidak ingin namanya dipampang seperti yang lain. Tidak terasa perjalan kreta api telah sampai di Stasiun Blitar. Bapak tadi kemudian meningglkan kami. Karena beliau hendak menghadiri acara haulnya bapak Proklamtor yaitu bapak Ir. Soekarno.

Satu pergi ternyata ada yang datang lagi. kali ini dia memakai serban yang diikatkan dikepala dan jenggot yang lebat, biasanya orang menyebutnya “jaulak”. Dia tugasnya berda’wah kedesa-desa dari satu daerah ke daerah lain. Saya dan Finu diajak berkenalan dengannya. Kemudian dia banyak bertanya tentang kami, kami pun seraya menjawabnya.

Dengan besar hati dia kemudian mengajak saya berbicara tentang umat islam yang ada dizaman sekarang. Saya sangat senang dengan hal yang seperti ini. salah satu permasalahan yang kami bahas disini adalah shalat. Kata beliau, sekarang banyal orang islam ini meninggalkan shalat, apalagi dalam perjalanana padahal Allah telah memberikan rukhsah “keringanan” tetapi meraka tetap saja tidak melaksanakan sholat, apalagi sholat berjama’ah. Orang islam ini sudah diberi kemudahan, tetetapi kemudahan ini dislah artikan oleh mereka. Padahal sholat itu merupakan tolak ukur keimanan seorang muslim. Di ibaratkan kita memegang pena dengan jari-jari kita. Kiaskanlah pena itu sebagai iman, serta lima jari itu sebagai sebagai rukun islam. Jika kita memegang pena tersebut dengan hanya menggunakan satu jari yaitu jempol, yang kita kiaskan dengan kalimat syahadat tanpa mengunakan jari yang lain, mampukah kita memegang pena tersebut? Tentu saja kita tidak mampu. Kemudia tentang zakat dan kantor perpajakan. Jika semua itu diatur dalam kitab Allah, maka hal yang ada di indonesia ini tidak sesuai karena mereka seorang amil itu harus mempunyai badan khusus yang bertugas menahan bagi anggota masyarakat yang tidak membayar pajak.

Saya diam saja mendengarkan perkataanya, sembari mencermati apa yang diucapkannya. Saya menilai apa yang telah diucapkannya ada baiknya ada juga buruknya. Tentang iman yang dikatidakan saya setuju, tetetapi untuk zakat kurang begitu setuju. Memang benar apa yang dikatidakan ada dalam kitab tetapi kita perlu mengetahui sesungguhnya Indonesia bukanlah negara islam tetetapi negara yang berlandaskan pada pancasila. Jadi semua hukum yang ada didalamnya di atur oleh undang-undang. Yang jelas saya sangat berterima kasih kepada bapak tersebut.

Wah gak terasa perjalanan ini. kami hampir tiba di Stasiun Tulungagung. Saya finu krmbali kedalam untuk mengambil barang yang tidak letidakkan didekat adik-adikku. Kembali saya menenteng tasku yang beratnya hampir 7 Kg. kecepatan kreta mulai menurun, ini mengindikasikan kreta telah mendekati stasiun. Saya langsung mempersiapkan diri di dekat pintu keluar. Dan kahirnya samapi juga di Tulunagung. Tulungagung I am Coming..!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline