Lihat ke Halaman Asli

Milenial, Media Digital Versus Media Cetak!

Diperbarui: 15 April 2019   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara milenial, berbicara teknologi. Sebuah kalimat yang selalu hangat dan hampir melulu berhubungan pada setiap kejadian, maupun pada setiap perkara dan peristiwa. Tidak ada teknologi, maka akan hilang pula istilah milenial. Hingga salah satu yang selalu menonjol dari kecanggihan teknologi ialah sumber kilat dari informasi. Ya, media adalah yang paling erat kekentalannya dengan teknologi, khususnya media digital. Media dan teknologi pun sekarang ibarat amplop dan perangko, sudah tidak akan mungkin dapat terpisahkan, dan secara tidak langsung hal demikian telah menjadikan massa kejayaan bagi "Media Digital". Hal itu pula seolah mungkin akan menjadi kekalahan yang telak bagi era dari "Media Cetak". Sebabnya jika akses media digital lebih efisien dan praktis, otomatis media cetak akan terasa usang dan kuno, lalu sepi peminatnya, kemudian apakah akhir dari siklus itu akan membuat hilang media cetak karena tertinggal oleh perputaran zaman?

Koran contohnya, koran memang masih ada sampai saat ini. Namun apakah koran masih dapat bertahan untuk menjadi bacaan di pagi hari? Tentu sudah hampir tidak, karena dulu kakek-kakek kita ketika pagi hari sambil minum kopi, mereka pasti langsung duduk di teras rumah sambil membaca koran untuk mengetahui segenap informasi tentang hari ini. Berbeda dengan masyarakat milenial masa kini, informasi yang telah di post oleh media akan langsung bisa di akses melalui smartphone, kegiatan pertama yang dilakukan oleh kebanyakan orang saat bangun dari tidur. Bangun kemudian mencari handphone, menjadi sebuah kebiasaan---yang sudah seperti menjadi kewajiban pertama---yang harus dilakukan.

Nielsen Indonesia menyatakan, di Indonesia saat ini pembaca media digital sudah lebih banyak ketimbang media cetak. Jumlah pembeli koran yang terus merosot karena masyarakat beranggapan bahwa informasi seharusnya bisa didapat secara gratis. Saat ini masyarakat cenderung membaca koran di kantor, sekolah, dan perpustakaan, sehingga tak perlu mengeluarkan biaya. Data surveinya menunjukkan, jumlah pembaca media online mencapai hingga 6 juta orang, atau jauh lebih banyak dibandingkan pembaca media cetak yang hanya sebanyak 4,5 juta orang. Disebutkan, media cetak hanya menjadi pilihan kelima masyarakat untuk mendapatkan informasi dengan penetrasi sebesar 8%. Urutan pertama ditempati televisi dengan 96%, diikuti papan iklan di jalanan 52%, penggunaan internet sebesar 43%, dan radio sebanyak 37%.

Survei Nielsen juga menemukkan, 36% pembaca media cetak adalah pemimpin perusahaan atau birokrat mapan. Dengan jumlah pengeluaran yang lebih tinggi daripada masyarakat biasa, mereka punya tendensi untuk beralih ke media digital. Tak hanya jumlah pembaca, pengeluaran iklan untuk media cetak pun telah berkurang 13%. Produsen media cetak juga berkurang sebesar 23%. Nielsen mencatat ada 268 media cetak pada 2013, namun merosot tajam menjadi hanya 192 media pada 2017.

 Menurut Emy Siska Setyawati selaku Profesional IT Analyst & Developer, mengungkap bahwa pembaca itu memiliki kegemaran masing-masing. Menurutnya, media cetak masih dibutuhkan bagi kalangan yang menyukai tulisan secara cetak. Sebaliknya, media digital juga hanya akan di akses oleh kalangan yang memang menyukai tulisan digital. "Buktinya masih banyak perusahaan media yang masih berdiri kokoh, dan tidak bangkrut," Terangnya.

Namun jika mengacu pada keefisiensian dari keduanya, rasanya media digital pasti lebih mendominasi karena keefektifitasannya alias tidak ribet. "Kita harus melihat sisi kelemahan dan kelebihan dari masing-masing media, antara digital maupun cetak," Tambahnya pada saat mengisi acara seminar Majalah Digital, yang bertemakan 'Generasi Milenial di Era Digital', di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Kampus 3 (13/4).

Lalu, jika melihat zaman yang semakin hari semakin pesat ini, mungkinkah nantinya media cetak akan benar-benar lenyap, meskipun masih ada beberapa kalangan masyarakat milenial yang masih menggemari informasi cetak? Rasanya tidak akan. 

Meskipun kalah dalam jumlah saing atau penggemar, dan hari ini pengkonsumsian media digital lebih besar dibanding media cetak, masih ada eksistensi dan keunggulan yang dimilikinya. Bagaimanapun hanya media cetak lah yang mampu menetralisir informasi-informasi hoax misalnyaMengingat media cetak hanya akan memuat tulisan-tulisan yang jelas sumber informasinya, media cetak pun juga memiliki beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum tulisan itu diterbitkan.

Kondisi itu menjadikan nilai unggul sekaligus keamanan bagi media, agar para jurnalis abal-abal alias palsu yang tidak bertanggung jawab atas tulisannya akan kesulitan jika menebar informasi hoax pada media cetak. Provokator penyebar kebencian, penyebar fitnah, dan juga penyebar perpecah belahan mungkin bisa leluasa menjajah informasi melalui media digital. Namun, mereka tidak akan pernah dapat melakukan aksi tercelanya pada media cetak. Untuk itulah media cetak bisa jadi akan selalu tetap ada, karena media cetak dan media digital sudah semestinya harus saling menyeimbangkan. Kedua media yang berbeda wadah itu bukanlah suatu ladang persaingan, melainkan kombinasi baru yang mestinya harus di manfaatkan milenial dalam mengakses informasi yang mengandung kebenaran. Sisi tersebut harus benar-benar diperhatikan para milenial dengan jeli, agar mereka pula dapat belajar dari media cetak terlebih dahulu sebelum mereka meyakini atau mempercayai suatu informasi. Media cetak juga bisa menjadi bacaan yang mendidik, karena tidak sembarang orang bisa menuliskan informasi di sana. Berbeda dengan media digital yang rawan, sembarang orang bisa menulis apapun yang ingin ia tulis.

Peran perusahaan media cetak disini juga berpengaruh sekali terhadap situasi ini, bagaimanapun mereka harus tetap bersaing agar dapat mempertahankan keberadaan media cetak. Konsep-konsep, ide-ide, juga mengemas informasi dengan pembaharuan yang lebih menarik sangat perlu dilakukan demi mempertahankan eksistensi media cetak. Misalnya perusahaan media cetak juga harus menyediakan situs online agar dapat menyeimbangkan finansial perekonomian dari perusahaan itu sendiri, lebih tepatnya perusahaan media harus memiliki dua wadah, yakni penerbitan cetak dan penerbitan online. Keduanya akan saling menyeimbangkan kondisi finansial perusahaan media, meskipun kesetaraan peminat media digital dan media cetak jauh berbeda.

Oleh : Alfaro Rico, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline