KONFERENSI ASIA-AFRIKA: PRESTASI DIPLOMASI INDONESIA DI ERA DEMOKRASI LIBERAL
Setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Indonesia memasuki fase pembangunan nasional yang sarat tantangan. Pada era Demokrasi Liberal (1950-1959), Indonesia menghadapi berbagai persoalan domestik, termasuk instabilitas politik dan ancaman disintegrasi. Meski demikian, di tengah kondisi internal yang penuh gejolak, Indonesia menunjukkan kemampuan diplomasi yang luar biasa di kancah internasional.
Pada periode tersebut, dunia masih terpecah antara dua blok besar, yakni Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah Uni Soviet. Banyak negara di Asia dan Afrika baru saja merdeka, menghadapi tekanan kolonialisme yang tersisa, dan berusaha mencari identitas serta posisi mereka di dunia internasional. Dalam konteks ini, Indonesia mengambil inisiatif untuk menyatukan negara-negara Asia dan Afrika dalam satu forum kerja sama untuk memperjuangkan kepentingan bersama dan melawan segala bentuk kolonialisme serta diskriminasi rasial.
Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan di Bandung pada 18-24 April 1955. Inisiatif ini berasal dari hasil pertemuan Colombo Plan pada 1954, di mana Indonesia, bersama dengan India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar), mengusulkan perlunya pertemuan negara-negara Asia-Afrika untuk membahas kerja sama dan solidaritas.
Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara yang mewakili lebih dari setengah populasi dunia saat itu. Sebagai tuan rumah, Indonesia berhasil memfasilitasi diskusi di antara berbagai negara dengan latar belakang politik, budaya, dan agama yang beragam. Pemimpin besar seperti Soekarno (Indonesia), Jawaharlal Nehru (India), Gamal Abdel Nasser (Mesir), dan Zhou Enlai (Tiongkok) memainkan peran penting dalam membangun konsensus.
Konferensi Asia-Afrika menghasilkan beberapa dokumen penting, termasuk Dasasila Bandung, yang menjadi pedoman bagi hubungan internasional yang adil dan setara. Poin-poin utama dalam Dasasila Bandung meliputi:
1. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial negara lain.
2. Tidak melakukan campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain.
3. Menghormati hak asasi manusia dan prinsip kesetaraan rasial.
4. Menyelesaikan sengketa internasional secara damai.