Sales? Seller? Marketing? Target? Hiyyy... agak menakutkan ya. Banyak orang yang "alergi" dengan dunia tersebut dan berusaha menghindarinya, tidak terkecuali saya, tidak pernah terbayangkan dalam otak saya bagaimana jika saya menjadi seorang seller, pasti tidak akan sanggup deh!
Segitu takutnya saya dengan dunia Sales, dulu, sewaktu saya baru lulus kuliah dan apply lamaran kerja, setiap kali dipanggil dan ditanya tentang "Posisi yang dihindari", saya dengan yakin selalu menjawab : "Marketing", sedangkan ketika ditanya tetang "Posisi yang diminati" saya bisa menuliskan posisi apa saja : Teller, Customer Service, Admin, Sekretaris, Finance, Back Office, pokoknya posisi apa aja deh yang penting bukan Sales/Marketing/Seller, gak mauuuu pokoknya...
Saya inget banget dulu, saya ada panggilan kerja disebuah perbankan dimana saya disuruh datang pukul 10 pagi kekantor bank tersebut untuk wawancara awal, sesampainya disana ada banyak sekali yang mengantri untuk wawancara juga, waktu itu mereka belum menginformasikan lowongan yang ada untuk posisi apa, saya menunggu sangat lama sampai sekitar pukul 5 sore barulah sampai giliran saya untuk diwawancara, bisa dibayangkan betapa lelah dan letih nya saya saat itu?
Tetapi saya tetap semangat untuk melanjutkan wawancara tersebut, karena saya memiliki harapan dan keyakinan besar, siapa tahu kali ini rezeki saya. Wawancara diawali dengan pertanyaan seputar hal-hal yang umum, yang bisa saya jawab tanpa masalah yang berarti.
Dari pertanyaan-pertanyaan umum, akhirnya sampailah kepada pembicaraan tentang posisi apa yang sedang dicari, ternyata yang dicari adalah Teller, api semangat saya pun semakin berkobar mendengar itu, karena Teller adalah salah satu posisi yang saya inginkan.
Namun, kobaran api semangat yang menyala itu mendadak redup ketika pewawancara berkata bahwa jika dinyatakan lolos, maka karyawan akan di uji coba dulu sebagai marketing selama 3 bulan dan jika memenuhi target maka barulah akan dipekerjakan sebagai Teller, hati saya seketika hancur berkeping-keping, saya sudah mau menangis saat itu tapi saya berusaha menahannya sekuat tenaga agar tidak terlihat seperti anak TK didepan para pewawancara.
Mereka bertanya apakah saya bersedia dengan proses tersebut, jika bersedia maka mereka akan meloloskan saya ke tahapan test berikutnya, tapi jika tidak bersedia, maka saya tidak akan mengikuti tahapan test selanjutnya, dengan kata lain saya akan gagal saat itu juga.
Tanpa fikir panjang, walaupun dengan berat hati, saya pun menjawab tidak bersedia dan otomatis menerima kegagalan. Setelah perjuangan menunggu 7 jam dengan menjunjung tinggi harapan dan keyakinan, akhirnya saya pulang dengan hati hancur dan berakhir dengan menangis di pelukan ibu saya.
Masa-masa sedih dan perjuangan mencari kerja akhirnya bisa saya lewati, awal tahun 2015 saya diterima bekerja di OCBC NISP sebagai Teller. Saya bekerja dengan semangat dan riang setiap hari, namun seiring waktu berjalan, kebijakan perusahaan menuntut untuk frontliner diberi target bisnis sebagai kontribusi dan akan diperhitungkan sebagai salah satu bobot penilaian tahunan. Oh NOOOO!!!
Pada akhirnya saya di giring untuk menghadapi hal yang sebelumnya saya hindari mati-matian. Target yang diberikan memang tidak terlalu besar, tapi tetap saja, saya kan Teller, tugas saya melayani transaksi financial nasabah. Kan sudah ada temen-temen seller yang akan jualan, kenapa saya harus jadi seller juga? Saya kan gak bisa jualan....begitu fikir saya.
Hari-hari berikutnya menjadi tidak semenyenangkan sebelumnya dan saya pun tidak seriang sebelumnya, karena setiap hari saya dibayang-bayangi oleh target yang tak kunjung tercapai. Memulai berjualan sangat berat untuk saya, didorong rasa malas, gengsi, malu, public speaking yang buruk , akhirnya saya tidak berhasil menjual apapun kepada siapapun, karena sudah tidak tahu harus berbuat apa sementara deadline target bisnis sudah semakin dekat, akhirnya saya menawarkan produk tersebut kepada Ayah, Ibu dan Kakak kandung saya.