Lihat ke Halaman Asli

Hidup untuk Diri di Masa Lalu

Diperbarui: 12 Desember 2022   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Aku selalu ingin mengatakan pada diriku di masa depan seberapa baik aku mengatasi diriku pada saat ini. Bagaimana aku mengatasi relasi sosial, keuangan, pendidikan, mental health dan kondisi fisikku. Tapi tentu, itu mustahil terkecuali jika ada mesin waktu yang membawaku kemanapun, atau semuanya tidak lebih dari sekedar imajinasi percakapanku dengan diriku sendiri di masa depan sebelum tidur.

Aku menyadari bagaimana manusia selalu memikirkan masa depannya, sisa hidup kita bergantung pada masa depan, dan sayangnya, kita tidak tahu pasti seperti apa masa depan kita nantinya. Sekalipun itu di bulan depan, minggu depan, atau bahkan hari berikutnya.

Kali ini bisa saja aku gagal atau barangkali meninggal.

Kemudian semua percakapanku di malam hari tidak lebih dari sekedar penghiburan tentang seberapa sukses aku dalam mencapai kehidupan yang ku inginkan.

Tetapi, melihat kembali kepada ingatan di 10 tahun silam, gambaran hidupku dalam situasi saat ini ternyata tidak sehebat dan sebahagia dalam gambaran seorang anak berusia 11 tahun. Padahal harapanku saat itu cukup sederhana. Sekedar memiliki banyak teman, mengambil jurusan Desain Komunikasi, dan menjadi pribadi yang cerdas. Hanya tiga itu.

Bisa dikatakan aku terlalu naif saat itu. Namun demikian, aku masih juga naif hingga detik ini. Fakta bahwa aku tidak tahu persis bagaimana diriku di masa depan, serta lingkungan, keadaan, dan masalah yang ada. Bisa-bisanya aku menaruh harapan ketentuan dan pencapaian yang begitu tinggi pada diri di masa depan. (Mungkin aku tidak pandai planning. Tapi semua orang juga tahu bahwa Tuhan dan alam semesta selalu mampu mengejutkan kita setiap saat).

Meskipun untaian diriku masih belum sepenuhnya lepas. Aku bisa mendeskripsikan diriku di masa lalu dengan hampir sempurna. Setiap kesalahan sederhana yang kulalukan, bagaimana aku bereaksi pada satu situasi, dan sebagainya. Namun, aku tidak memiliki persepsi pasti bagaimana diriku di masa depan. Dia masih sepenuhnya orang asing untukku.

Manusia bisa berubah, kehilangan dirinya sendiri, kehilangan segala hal dalam satu malam dan aku bukan pengecualian untuk itu. Jadi untuk apa sebenarnya aku berbicara dengan diriku di masa depan jika bukan untuk memuaskan ego saya saat ini dan memberikan motivasi sementara?

Namun tetap saja, orang itu menungguku dan akan seterusnya menunggu. Diriku di masa depan masih menunggu perubahan dan pilihan yang ku perbuat saat ini. Tapi juga, karena masa depan bukan sepenuhnya atas kendaliku pada saat ini, semua hal yang kulakukan saat ini bukan hanya tentang/untuk masa depan.

Masa laluku merupakan salah satu alasan aku masih hidup hingga hari ini. Kami memiliki keinginan dan harapan yang tidak terpenuhi, kesalahan yang tidak dapat dimaafkan, mentalitas yang lemah, dan luka yang belum sembuh. Dan aku hidup sampai saat ini untuk memenuhi keinginan sederhana dan perbaikan itu, untuk akhirnya memaafkan, untuk meningkatkan kesejahteraan mental dan untuk menyembuhkan diri sendiri. Dan aku tahu itu akan berlanjut sampai diriku di masa depan memenuhi kekurangan yang terjadi di masa sekarang.

Aku ingin punya game The Sims 4 dengan macam-macam extension pack, atau buku KKPK baru. Aku ingin jadi penulis, atau menjadi seseorang yang memahami diri sendiri secara keseluruhan. Aku juga ingin memahami orang lain, pikiran dan keinginan mereka. Aku ingin kembali ke Tuhan dengan keadaan mengingatnya dan tanpa penyesalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline