Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Gadai dalam Perspektif Islam

Diperbarui: 18 Maret 2019   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pressrelease.id

Assalamualaikum Wr.Wb.

Sudah menjadi hal yang lazim di Indonesia saat menjelang bulan puasa untuk menggadaikan sesuatu untuk kebutuhan perayaan hari raya idul fitri yang mana membutuhkan banyak sekali uang. Tetapi, apakah transaksi gadai yang kita lakukan sudah sesuai dengan ketentuan syariat Islam ? Bagaimana pandangan Islam terhadap transaksi gadai ini ?

Gadai berasal dari kata Arab yaitu al rahn yang memliki arti tetap. Kata ar rahn juga berarti menjadikan sesuatu sebagai jaminan hutang . Rahn menurut Ibn 'Arafah berarti menjadikan barang sebagai jaminan utang yang dapat dikembalikan atau diambil kembali setelah utang dilunasi. Gadai juga berarti pinjam meminjam uang dengan menyerahkan barang dan dengan batas waktu.

Dalam Ensiklopedia Indonesia, gadai atau hak gadai adalah hak atas benda terhadap benda bergerak milik orang yang berutang yang diserahkan ke tangan orang yang memberi utang sebagai jaminan pelunasan orang yang berutang tersebut . Transaksi gadai mengharuskan adanya barang jaminan atau tanggungan untuk pelunasan orang yang berutang.

Kegunaan gadai adalah dapat memberikan kewenangan kepada penggadai untuk melakukan penjualan barang gadaian ketika diperlukan untuk pelunasan wajib hutang penggadai. Apabila penggadai menolak melakukannya, yakni tuntutan penggadai untuk menjual barang gadaian, hakim segera menetapkan keputusan membayar hutang atau melelang barang gadaian.

Rukun dan syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan transaksi gadai adalah

  • Ijab Qabul (sighat), dapat dilakukan dengan tertulis dan lisan, yang di dalamnya terkandung perjanjian gadai di antara para pihak.
  • Orang yang bertransaksi (Aqid), yaitu Rahin (pemberi gadai) dan Murtahin (penerima gadai) adalah telah dewasa, berakal sehat, dan atas keinginan sendiri.
  • Adanya marhun atau barang yang digadaikan, syarat marhun adalah dapat diserah terimakan, bermanfaat, milik Rahin  secara sah, tidak bersatu dengan harta lain, dikuasai oleh Rahin, dan harta yang tetap atau dapat dipindahkan. Dengan demikian barang-barang yang tidak dapat diperjual-belikan tidak dapat digadaikan.
  • Hutang atau marhun bih, yaitu berupa hutang yang tetap dapat dimanfaatkan, hutang tersebut harus lazim pada waktu akad, hutang harus jelas dan diketahui oleh Rahin dan Murtahin.

Landasan hukum gadai itu terdapat dalam Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw

a. Al-Qur'an

وَ اِنۡ کُنۡتُمۡ عَلٰی سَفَرٍ وَّ لَمۡ تَجِدُوۡاکَاتِبًا فَرِہٰنٌ مَّقۡبُوۡضَۃٌ 

Artinya : "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai), sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang". (QS. Al-Baqarah : 283)

b. As-Sunah

عَنْ عَائِشَةَ رَ.ع. أَنَّ رَسُوْ لَ اللهِ ص.م. اِشْتَرَى مِنْ يَهُوْ دِ يٍّ طَعَا مًاوَرَ هَنَهُ دَرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ. (رواه البخارى ومسلم)

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline