[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"][/caption]Ini merupakan satu fenomena yang mampu merangkum berbagai keterkejutan, ketak percayaan dan kekaguman atas kiprah anak negeri yang masih belia memiliki kepedulian kemanusiaan sangat tinggi, terhadap teman-teman yang mempunyai ketidak sempurnaan phisik, terutama kaum tuna rungu.
Penulis merekomendasikan bagi para pembaca, jika kebetulan berada di Tangerang Selatan, tidak ada salahnya singgah di Deaf Cafe Finger Talk keberadaannya dekat kantor kelurahan Pamulang Timur, tepatnya di jalan Pinang no 37 Pamulang Timur. Karena Deaf Cafe ini tidak butuh belas kasihan sumbangan ketika hadir berkunjung, tetapi butuh pekerjaan yang menghasilkan uang, berkunjung dan hadir disini untuk belanja makanan, berbagai hasil kerajinan.
[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"]
[/caption]
[caption caption="sumber gambar koleksi Ngesti S M"]
[/caption]Tidak mudah Bagi Dissa Syakina yang masih berusia dua puluh lima tahun, harus kerja keras mengurus sebuah cafe yang didirikannya, dengan beberapa pegawai para disabilitas untuk karyakan di “Deaf Cafe Finger Talk” yang di Komandoi ini sebagai pramusaji. Namun Dissa Syakina terus saja melangkah demi kemanusiaan yang perlu dirangkul dan perhatikan.
Dissa merasa prihatin atas nasib para tuna rungu di Indonesia yang pasti akan sulit sekali mendapatkan pekerjaan, sementara mereka butuh sesuatu untuk memenuhi berjalannya roda kehidupan. Ternyata memang benar menurut Nurul yang baru lulus dari sekolah luar biasa di Bandung sudah tiga kali melamar kerja namun tidak berhasil, beruntung katanya dia bisa bekerja di Deaf Cafe Finger Talk ini.
Menyediakan lapangan kerja bagi orang normal saja yang lulusan setara Sekolah Menengah Atas saja tidak mudah dengan berbagai cara dilakukan dapat memompa kepentingan mengutamakan tujuan kerja, apalagi mengajak insan yang tuna rungu.
Karena memiliki kekurangan pada pendengaran, paling tidak komunikasi terkadang kurang dapat saling bertemu, tentunya mereka memiliki perasaan yang sensitif terutama dari adanya rasa rendah diri tersebut maka sering tidak komunikatif.
Dissa Syakina berpesan kepada para pegawainya untuk bertanya sampai paham pada saat melayani tamu-tamu yang hadir di “Deaf Cafe Finger talk” agar semuanya menjadi gamblang dan tamu terlayani secara puas. Demikian ini yang ditekankan kepada para pegawainya. Sambil dengan sabar Dissa Shakina mengasuh mereka dengan rasa kasih, layaknya kepada anak-anak asuhnya.
Karena tidak mendengar ataupun belum terbiasa bekerja secara cepat, terkadang hal sepele dapat menjadikan hal-hal yang menghawatirkan, misalnya saja kran belum dimatikan, bisa juga peralatan listrik yang sudah tidak terpakai masih terus menyala atau bahkan kompor. Pelatihannya sendiri cukup berat, jelaslah sementara untuk melatih orang normal saja tidak juga mudah, namun Dissa Shakina terus saja melangkah demi kemanusiaan yang perlu dirangkul dan perhatikan.
[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"]
[/caption]
[caption caption="sumber gambar @dcfingertalk"]
[/caption]Untuk menyelenggarakan suatu usaha kuliner ini, Dissa juga harus menguasai belajar Bahasa isyarat secara fasih didalam dan diluar negeri. Mempersiakan menghubungi guru-guru dibidang bahasa isyarat maupun guru yang dapat melatih kecakapan kerja.