Menapaki perjalanan dalam Acara Kompasiana Blog trip Jejak Para Riser, setelah lolos dari Tol Cikampek Tim 3 terus bergerak ke arah Pamanukan, lalu terus melaju ke arah Indramayu. Ada berbagai tempat wisata yang sudah banyak ter expose tapi kami tertarik dengan lokasi Pelelangan ikan yang berada di desa Tanjung Pura, perjalanan menuju kelokasi masih cukup jauh sekitaran tujuh kilo meter. Sudah bukan rahasia umum bahwa daerah Indramayu sangat terkenal dengan buah Mangga, selain mangga Indramayu, mangga gedong Gincu Juaranya, banyak dibudidayakan merupakan kebun khusus Mangga. Tetapi rasanya sudah terlalu banyak tulisan mengenai wisata budidaya mangga tersebut, sementara kami ingin melihat seperti apa pantai dengan segala ciri khasnya, yang jelas adalah aroma pantai yang khas dengan amis serta aroma air laut.
Begitu sabarnya kami mengarungi jalan yang sedang sakit bergelombang dipenuhi lubang sepertinya jalan sepanjang 2 km ini nampakanya bekas terendam air, sementara disamping jalan nampak sungai yang sudah diperbaiki lengkap diturab kiri dan kanan, mungkin ketika debit air hujan sangat tinggi sungai tersebut tidak mampu menampung air sehingga meluber merendam jalan beraspal yang ada, karena masih terlihat jalan bekas diperbaiki tapi sudah rusak sepertinya aspalnya kurang tebal, terlihat dari kelupasan jalan. Ketika kemudian saat memasuki Gerbang Pantai Ujung Gebang dikira sudah deket pantai, ternyata masih harus menempuh 5 km lagi untuk sampai di pantai Tanjung Pura, disana ada tempat Pelelangan ikan, beruntung jalanya sudah bagus karena di cor. Ini sesuai dari info yang disampaikan oleh anggota Polsek Indramayu. Info lokasi tempat tersebut kami dapat dari Kantor Polsek, Memang Polseklah yang tepat menjadi pertanyaan bagi masyarakat luar kota yang membutuhkan info alamat sesuatu tempat karena sudah barang tentu anggotanya lebih paham akan wilayahnya.
Di Indramayu juga sangat terkenal dengan wisata Pulau Biawak bahkan menjadi Wisata unggulan disana, tetapi lokasinya sangat jauh jarak tempuhnya mencapai 5 jam naik perahu. Setibanya kami di tempat Pelelangan Ikan, terlihat sepi, mungkin belum ada perahu yang parkir dengan hasil buruannya dilaut, atau ada hal lain seperti musim yang tidak bisa dicegah, yaitu musim barat dan hujan yang terus menerus, sehingga nelayan tidak berani melaut lebih ketengah. Ketika pelelangan ikan sepi ikan menjadi suasana tidak terlalu menarik, hanya yang agak seru untuk obyek pemotretan adalah banyak aneka perahu yang sandar. Di muara ini ternyata tempat mangkalnya perahu-perahu dengan segala perabotannya yang sangat khas, artistik dari bentuk perahu mengapung dilaut dengan khas kekumuhan lingkungan di area nelayan berbaur lagi dengan aroma laut yang khas.
Senang sekali kami bertemu dengan Juragan ikan pak Sulaiman, banyak masukan guna menambah wawasan dengan ngobrol-ngobrol santai, tiba-tiba aku diajak masuk kedalam ruang samping dengan diikuti tatap mata pegawainya, awalnya agak kurang nyaman, dengan masih tetap waspada aku mengikuti langkahnya kedalam ruangan, ternyata didalam ruangan ada kolam bersih berisi udang aneh tidak seperti layaknya udang, tidak memiliki supit dan sungut panjang, hanya berbentuk lurus seperti yang tampak pada gambar namanya udang Ronggeng yang ternyata menjadi Primadona Restaurant di Jakarta, setelah sampai dimeja makan berubah menjadi sajian aduhai sehingga harganya bukan main fantastis.
Udang Ronggeng selangit rasanya selangit harganya
Ternyata kolam didalam rumah tersebut hanya sebagai penampungan/transit bagi udang yang setelah tiba waktunya untuk dikirim ke Jakarta dengan tujuan Muara Angke, seperti TKI ilegal yang transit disebuah tempat untuk menunggu kelanjutan pengiriman. Dengan ikut Kompasiana Blog Trip Jejak Para Riser menjajal Datsun Go+Panca, jadi tahu perjalanan makanan Primadona Restaurant, bisa dibayangkan juga berapa kali lipat harga setelah sampai dimeja restaurant. Hmmm . . . begitu toh, masih ada lagi bermacam-macam jenis udang, sayang jauh dari rumah, padahal ingin dibawa pulang . . .
Beruntung pula Tim 3 menemukan sebuah warung makan yang kalau dilihat dari luar sepintas tidak menarik sama sekali, biasa seperti warung tegal yang tidak menggairahkan, tetapi tidak semua warung tegal tidak menggairashkan ada warung tegal yang menggairahkan. Tapi ternyata Warung Talita ini sedia makanan laut yang enak tiada duanya. Sambelnya pun pas dengan cocolan ikan. Kami pesan cumi dan ikan bakar, cumi sampai 1,5 kg untuk satu tim dengan ikan ayam-ayam bakar satu ekor. Cumi ini juga jenis nya termasuk cumi yang mahal dari yang biasanya. Sambalnya pedas agak manis menyengat terdiri dari cabe hutan yang kecil-kecil menambah semakin semaraknya rasa yang dinikmati dalam keadaan pas lapar.
Dengan ikut Kompasiana Blog Trip, maka semakin menambah wawasan perjalanan wisata dalam menambah khasanah "Jejak Para Riser"Jika ingin mengetahui laporan perjalanan sebelumnya, silahkan Baca "Jejak Para Riser" Jilid [II] dan ikuti pandangan mata di lokasi wisata selanjutnya.
-Ngésti Setyo Moerni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H