DEMOCRATIZATION IN THE 21st CENTURY: WHAT CAN THE UNITED STATES DO?
by Arthur A. Goldsmith
Demokratisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti proses pendemokrasian. Sedangkan, pengertian demokrasi itu sendiri menurut Philippe Schmitter and Terry Karl adalah “a system of governance in which rulers are held accountable for their actions in the public realm by citizens acting indirectly through the competition and cooperation of their elected representatives” (sebuah sistem pemerintahan di mana para pembuat kebijakan mengadakan perhitungan yang rinci atas segala tindakannya di ruang publik, di mana penduduk merespon secara tidak langsung selama kompetisi dan kerjasama yang dilakukan oleh perwakilan yang mereka pilih). Isu demokratisasi akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di kalangan internasional. Demokratisasi kini sedang gencar dilakukan di negara-negara yang dipimpin oleh rezim otoritarian. Konon, isu demokratisasi ini merupakan bagian dari agenda setting Amerika Serikat sebagai negara adidaya untuk menyebarkan niilai-nilai universal kemanusiaan dan demokrasi ke seluruh dunia.
Artikel yang ditulis oleh Arthur A. Goldsmith ini membahas tentang perkembangan penyebaran isu demokratisasi di dunia (terutama di negara-negara dengan sistem otoritarian) secara umum dan bagaimana keterlibatan Amerika Serikat di dalam proses tersebut sebagai salah satu aktor penting dalam konstelasi politik internasional (dalam hal ini menyangkut strategi dan teknis pelaksanaan proses demokratisasi tersebut). Peran Amerika Serikat sebagai aktor eksternal yang mempengaruhi demokratisasi di suatu negara justru menurut Goldsmith perlu untuk dipertanyakan. Apa sebenarnya tujuan dan kepentingan Amerika Serikat di balik ini semua? Lalu, tindakan apa saja yang telah dan akan dilakukan oleh Amerika Serikat untuk menyebarkan isu demokratisasi ini ke seluruh dunia? Pertanyaan - pertanyaan besar inilah yang kemudian coba dijawab oleh Goldsmith melalui artikel ini.
Ada beberapa poin penting yang disampaikan oleh Goldsmith dalam artikel ini terkait proses penyebaran demokratisasi. Poin-poin tersebut yaitu :
1.Demokrasi Universal
Pada poin ini, Goldsmith menjabarkan tentang makna demokrasi secara umum. Unsur penting yang paling mencerminkan berjalannya sistem demokrasi adalah adanya suatu sistem politik yang dapat menjamin kebebasan warga negaranya dalam berekspresi dan melindungi hak-hak individual melalui produk hukum yang memungkinkan adanya perlawanan terhadap tekanan dari rezim pemerintahan itu sendiri. Dengan pemahaman tersebut, Goldsmith mempertanyakan kapabilitas Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengawal negara-negara di dunia menuju demokratisasi. Sebab, ada banyak aspek yang harus diperhitungkan dengan matang dan indikator keberhasilan yang sangat kompleks (bukan hanya melalui keberhasilan pelaksanaan pemilu di suatu negara).
2.Intervensi Militer
Pada poin ini, Goldsmith berargumen bahwa sebuah konsensus yang dicapai melalui mekanisme “democracy at gunpoint” mungkin saja berhasil menggulingkan sebuah rezim otoritarian di suatu negara, namun hasilnya tidak akan maksimal. Sebab, rezim transisional yang baru mungkin saja menjadi snagat rentan dikarenakan banyaknya benturan kepentingan yang terjadi antara pemegang kekuasaan dengan pemimpin dari penduduk lokal. Hal ini tentu akan mengorbankan makna dari demokrasi itu sendiri (meskipun tujuan demokratisasi sebenarnya bisa saja dicapai).
3.Sanksi Ekonomi
Pada poin ini, Goldsmith menjelaskan bahwa “democracy at gunpoint” mungkin saja berhasil, namun biaya yang dibutuhkan sangat banyak. Alternatif yang kemudian muncul adalah pemberian sanksi ekonomi. Permasalahan yang kemudian timbul adalah bahwa sanksi ekonomi pun tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dari intervensi militer. Namun, Goldsmith menggarisbawahi jika proses demokratisasi melalui sanksi ekonomi ini mungkin saja berhasil dilakukan jika dilakukan melalui perspektif regional (seperti yang dikemukakan oleh Nikolay Marinov). Demokratisasi melalui mekanisme pemberlakuan sanksi ekonomi ini umum dipergunakan di negara-negara kawasan Timur Tengah dan Afrika bagian utara.
4.Bantuan Luar Negeri
Pemberian bantuan luar negeri, menurut Goldsmith, merupakan pendekatan yang paling kooperatif dalam upaya demokratisasi. Namun, pemberian bantuan luar negeri ini juga belum dapat diukur secara jelas tingkat keberhasilannya. Sebab, pemberian bantuan luar negeri belum tentu membuat sebuah negara yang menerima bantuan tersebut lantas mengalami proses demokratisasi. Hal ini yang kemudian menjadi dilema bagi Amerika Serikat dalam memberikan bantuan luar negeri kepada suatu negara yang memang ditujukan untuk mengalami proses demokratisasi.
5.Pendampingan Secara Teknis
Pada poin ini, Goldsmith menjelaskan bahwa pendampingan secara teknis merupakan jalan terakhir dalam usaha pencapaian demokrasi. Pendampingan teknis ini meliputi pendampingan dalam proses pemilihan umum, pembuatan aturan hukum, dan aktivitas lainnya yang berkaitan. Contoh nyata kontribusi Amerika Serikat dalam hal pendampingan teknis ini adalah adanya US Agency for International Development (USAID). Pendampingan teknis ini juga belum tentu efektif, karena keadaan di suatu negara belum tentu degan keadaan negara lainnya. Permasalahan yang dihadapi pun pasti berbeda-beda. Jadi, indikator keberhasilan dalam pendampingan teknis ini pun tidak bisa ditentukan secara pasti.
Pada intinya, Goldsmith menyimpulkan bahwa proses demokratisasi itu tidak mudah dan sangat kompleks masalahnya. Butuh proses yang tidak sebentar dan juga butuh banyak pertimbangan hingga menghasilkan keputusan yang matang untuk mengawal proses demokratisasi di suatu negara. Ini menjadi tugas berat bagi Amerika Serikat jika menginginkan seluruh negara di dunia menganut sistem demokrasi.
Senada dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Goldsmith, Mark P. Lagon juga mengemukakan alasan dan cara Amerika Serikat dalam menyebarkan demokrasi. Dalam artikel yang berjudul “Promoting Democracy: The Whys and Hows for the United States and the International Community (A Market and Democracy Brief)”, Lagon juga menjelaskan makna demokrasi menurut pandangannya serta menjabarkan tentang peran Amerika Serikat dalam usaha menyebarkan nilai-nilai demokrasi melalui usaha demokratisasi ke seluruh negara di dunia. Ia juga sedikit mnjelaskan menganai kebijakan Amerika Serikat dalam memandang demokrasi yang terjadi di dunia internasional saat ini.
Dalam artikel yang ditulis olehnya, Lagon menjelaskan bahwa demokrasi menurut pemahamannya adalah ketika seluruh entitas masyarakat bisa mendapatkan akses yang sama terhadap keadilan dan kesempatan yang sama untuk akses ekonomi guna memajukan perekonomian bangsa. Demokrasi juga menjaga hak-hak manusia dalam hal pluralisme (seperti agama, minoritas etnis, dan hak buruh migran) agar tidak terabaikan. Pluralisme juga tepatnya dibutuhkan untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh kaum ekstremis untuk melemahkan sistem di dunia. (Lagon, 2011) Lagon juga sempat menyinggung perdebatan yang timbul di kalangan para pengamat mengenai keterkaitan antara demokrasi dengan pembangunan ekonomi di suatu negara. Namun, ia sempat berargumen bahwa demokrasi memungkinkan pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang.
Selanjutnya, Lagon menjelaskan mengenai pengembangan kebijakan Amerika Serikat dalam memandang isu demokratisasi. Singkatnya, ia berpendapat bahwa peran Amerika Serikat dalam mengawal proses demokratisasi di dunia adalah karena perannya sebagai ‘polisi dunia’ dan negara adidaya sejak berakhirnya Perang Dingin. Tanggung jawab berat inilah yang kemudian ditanggung oleh Amerika Serikat karena masyarakat dunia memandangnya sebagai pemimpin dunia. Karena paradigma yang berkembang inilah kemudian politik luar negeri Amerika Serikat pun disesuaikan. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat berubah dari masa ke masa disesuaikan dengan dinamika politik yang terjadi.
Sebenarnya, ia menegaskan bahwa yang dibahas dalam artikel ini bukanlah sejauh mana peran Amerika Serikat dalam proses penyebaran demokrasi di dunia, melainkan bagaimana Amerika Serikat melakukan proses penyebaran demokrasi tersebut. Ada beberapa poin yang disampaikan oleh Lagon dalam artikelnya guna menjelaskan bagaimana mekanisme yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam proses demokratisasi negara-negara di dunia. Pertama, adalah bahwa Amerika Serikat lebih memilih melakukan aksinya tersebut melalui jalan multilateral. Hal ini dikarenakan segala sesuatu yang bersifat multilateral lebih memiliki legitimasi yang kuat jika dibandingkan dengan himbauan yang bersifat personal dan pengaruhnya pasti akan lebih besar jika dibandingkan dengan melakukannya secara terpisah. Kedua, Amerika Serikat kini lebih memilih untuk tidak menggunakan intervensi militer dikarenakan intervensi militer dianggap kurang signifikan untuk menyelesaikan permasalahan yang menyangkut demokratisasi di suatu negara. Cara lainnya yang ditempuh oleh Amerika Serikat adalah dengan mendorong masyarakat sipil di dunia untuk terlibat secara aktif dalam menciptakan demokratisasi di negaranya sendiri. Strategi yang digunakan oleh Amerika Serikat adalah dengan mendukung segala macam kegiatan yang memungkinkan terjadinya demokratisasi melalui jalan PBB (di mana Amerika Serikat juga memiliki pengaruh yang cukup besar).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh kedua tokoh tersebut dalam artikel mereka masing-masing, demokratisasi bukanlah merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengawal sebuah negara menuju proses demokratisasi. Strategi yang digunakan pun harus tepat agar tujuan yang diinginkan bisa tercapai dengan baik. Meskipun begitu, dalam kedua artikel tersebut terdapat sedikit pertentangan mengenai peran Amerika Serikat dalam isu demokratisasi. Goldsmith mempertanyakan kapabilitas Amerika Serikat dalam mengawal dunia menuju proses demokratisasi, sedangkat Lagon memandang bahwa Amerika Serikat memiliki kapabilitas yang cukup untuk mengawal dunia menuju keadaan yang demokratis.
Menurut pandangan saya, demokratisasi bisa saja dilakukan. Hanya saja, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Contohnya saja tipologi kekuasaan yang ada di suatu negara, struktur masyarakatnya, dan kondisi dinamika politik, ekonomi, dan sosial yang ada di negara tersebut. Amerika Serikat yang dikatakan sebagai ‘polisi dunia’ mungkin saja bisa mengawal proses demokratisasi di suatu negara (seperti contohnya yang tengah gencar dilakukan di kawasan Timur Tengah dan Afrika bagian utara), namun masyarakat setempat (terutama kelompok aktivis dan pengamat) pun perlu secara cermat menelusuri niat Amerika Serikat yang sebenarnya. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa isu demokratisasi ini merupakan suatu cara agar seluruh negara di dunia tunduk pada perintah Amerika Serikat.
Dalam kaitannya dengan gagasan yang dikemukakan oleh kedua tokoh dalam artikelnya masing-masing, saya setuju dengan gagasan mereka tentang demokrasi. Bahwa demokrasi adalah keadaan di mana seluruh warga negara bebas mengekspresikan pendapatnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, adanya jaminan dan perlindungan hukum untuk masyarakat agar bebas dari intervensi pemerintah, dan kesamaan dalam mendapatkan akses ke segala aspek (ekonomi, kesehatan, hukum, dll.). Sedangkan untuk peran Amerika Serikat dalam mengawal dunia menuju demokratisasi, saya lebih cenderung setuju dengan argumen yang dikemukakan oleh Goldsmith. Saya tidak benar-benar yakin bahwa Amerika Serikat mampu dan memiliki kapabilitas yang cukup dalam melakukan hal tersebut. Selain itu, kepercayaan masyarakat dunia terhadap Amerika Serikat oun belum tentu kadarnya sama. Tidak sedikit juga pihak yang masih meragukan niat baik Amerika Serikat tersebut. Mereka berpendapat bahwa pasti ada kepentingan lainnya yang ingin dicapai oleh Amerika Serikat melalui jalan demokratisasi. Meskipun beberapa kejadian bisa dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan Amerika Serikat dalam mengawal suatu negara dalam melakukan demokratisasi (seperti Arab Spring, dan dinamika politik di Myanmar akhir-akhir ini), tidak ada jaminan pasti bahwa setelah demokratisasi tersebut berhasil dilakukan maka suatu negara akan menjadi lebih baik kondisi politik, ekonomi, dan sosialnya. Jadi menurut saya, masih butuh banyak waktu, bagi saya sendiri khususnya, untuk dengan sangat yakin mengatakan bahwa Amerika Serikat bisa menjalankan perannya dengan baik dalam hal mengawal negara-negara di dunia menuju proses demokratisasi.
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa, 2008), hal. 337.
[2] Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, "What Democracy Is ... and Is Not," dalam Larry Diamond dan Marc F. Plattner, eds., The Global Resurgence of Democracy, second edition (Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1996), hlm. 50., dikutip oleh Sean M. Lynn-Jones, “Why the United States Should Spread Democracy”, ISP Discussion Paper Series, 98-07, (Center for Science and International Affairs, Harvard University, Maret 1998), diunduh dari http://belfercenter.ksg.harvard.edu/publication/2830/why_the_united_states_should_spread_democracy.html pada Senin, 18 Maret 2013, pukul 23.55 WIB. Diterjemahkan dengan menggunakan bahasa sendiri.
[3] Nikolay Mannov, “Do Sanction Help Democracy? The US and EU’s Record, 1977-2004”, Center on Democracy, Development, and the Rule of Law, Stanford Institute for International Studies, Working Paper, No. 28, 2 November 2004) dalam Arthur A. Goldsmith, “Democratization in the 21st Century: What Can the United States Do?”, The Whitehead Journal of Diplomacy and International Relations, Summer/Fall 2007, hlm. 4.
[4] Mark P. Lagon, “Promoting Democracy: The Whys and Hows for the United States and the International Community (A Markets and Democracy Brief)”, Expert Brief of Council on Foreign Relations, (Council on Foreign Relations (CFR), Februari 2011), diunduh dari http://www.cfr.org/democracy-promotion/promoting-democracy-whys-hows-united-states-international-community/p24090 pada Minggu, 17 Maret 2013, pukul 22.15 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H