Lihat ke Halaman Asli

Ahadi Kimwirayuda Seno

Berkah Bersama Xpress

Munjungan di Indramayu: Tradisi, Budaya, dan Hukum Adat yang Berlaku

Diperbarui: 26 Juni 2024   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga yang sedang berkumpul di Munjungan di Buyut Kepuh Gede, Ds. Larangan, Kec. Lohbener, Kab. Indramayu. Sumber Pribadi

 Munjungan di Buyut Kepuh Gede, Ds. Larangan, Kec. Lohbener, Kab. Indramayu. Sumber Pribadi

Indramayu adalah sebuah kabupaten yang berlokasi di jalur pantai utara provinsi Jawa Barat, tidak hanya dikenal sebagai penghasil mangga terbaik di Indonesia, tetapi juga sebagai penjaga berbagai tradisi dan adat istiadat yang kaya dan ragam. Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga kini adalah tradisi Munjungan. Munjungan atau dibeberapa tempat lain kerap disebut juga unjungan bukan sekadar perayaan budaya, tetapi juga mencerminkan hukum adat yang mengatur kehidupan sosial masyarakat Indramayu.

Hukum adat ialah aturan kebiasaan (Rosdalina, 2017:17). Dalam artikel ini kita akan mengetahui salah satu hukum adat yang ada pada masyarakat Indramayu yang sudah menjadi tradisi hingga saat ini.

Sejarah dan Makna Munjungan

Munjungan adalah tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh masyarakat Indramayu sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan tokoh penting yang telah berjasa bagi desa. Kata "munjungan" berasal dari bahasa Jawa, yang berarti "berkunjung" atau "ziarah". Tradisi ini biasanya dilakukan dengan mengunjungi makam leluhur atau tokoh desa, membawa sesajen, dan melaksanakan do'a bersama.

Tidak ada yang tahu pasti kapan tepatnya Munjungan atau unjungan ini pertama kali diadakan oleh masyarakat Indramayu, terlebih tradisi ini diadakan berdasarkan setiap TPU (Tempat Pemakamam Umum) yang ada di setiap desa. Bahkan apabila ada TPU di masa sekarang sudah mulai padat dan banyak makamnya, maka TPU tersebut bisa saja yang sebelumnya tidak melaksanakan Munjungan, lalu akan melaksanakan munjungan tergantung kesepakatan pemerintah desa, tokok masyarakat, dan seluruh keluarga yang memakamkan anggota keluarganya di TPU tersebut.

Pelaksanaan Tradisi Munjungan

Tradisi Munjungan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu yang dianggap sakral, seperti menjelang bulan Ramadhan, setelah panen raya, atau ketika menjelang musim tanam disekitar bulan september hingga desember. Prosesi Munjungan melibatkan seluruh anggota masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Pra pelaksanaan Munjungan yaitu beberapa hari sebelum acara diselenggarakan, pemerintah desa akan mengundang para tokoh masyarakat, kepala keluarga, dan aparat keamanan untuk rapat menentukan jajaran panitia, waktu pelaksanaan, dan rangkaian prosesi adat. Lalu  panitia akan keliling ke setiap rumah-rumah warga untuk mengumpulkan sumbangan yang besarnya tidak ditentukan atau seikhlasnya.

Ketika hari pelaksanaan Munjungan biasanya diawali dengan persiapan sesajen yang terdiri dari makanan, bunga, dan aneka keperluan ritual lainnya. Setelah persiapan selesai, masyarakat berkumpul dan berziarah ke makam leluhur atau tokoh penting desa. Di makam, mereka melaksanakan doa bersama dan menyampaikan sesajen sebagai tanda penghormatan dan rasa syukur. Selesai prosesi do'a bersama, panitia akan mengumpulkan sumbangan dari setiap sesajen yang dibawa oleh warga berupa potongan ayam bekakak, tumisan, ataupun kue-kue yang dibawa oleh warga yang mengikuti tradisi ini. Kemudian hasil dari sumbangan tersebut akan dikumpulkan untuk dibagikan kepada panitia, tokoh adat, fakir miskin, dan  pengisi acara apabila ada tambahan hiburan seperti pertunjukan seni sandiwara khas Indramayu.

Prinsip-Prinsip Hukum Adat Munjungan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline