Lihat ke Halaman Asli

Perlunya Infrastruktur Tanggap Bencana

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang rawan terkena bencana alam. Dampak bencana alam seperti banjir, erupsi bunung berapi, gempa hingga longsor berupa rusaknya jalan raya, jembatan, drainase dan sebagainya infrastruktur di Indonesia. Dalam hal ini, kementriaan PU merespon presiden SBY melakukan langkah langkah taktis perbaikan infrastruktur.

Salah satunya adalah melakukan 'pergeseran' anggaran pembiayaan perbaikan infrastruktur yang diperkirakan mencapai Rp 84 triliun 'hanya' untuk infrastruktur di wilayah jabodetabek dan 123 triliun untuk luar jawa. Ke depan, infrastruktur yang dibangun, diperbaiki dan dipelihara untuk merespon meminimalisir bahkan mencegah dampak langsung dari bencana alam.

Hasil kajian menunjukkan 80 persen infrastruktur yang dibangun/diperbaiki belum tanggap bencana bahkan terkesan mengundang bencana baru. Contoh, kasus Tol Cipularang dan amblesnya jalan utama di Pantura. Penyebab salah konstruksi dan jalan yang tak dibangun sesuai luasan dan kepadatan kendaraan ikut memicu jalan tak compatible dengan kondisi sebenarnya.

Infrastruktur tanggap bencana semestinya menjadi paradigma baru dalam desain dan operasional pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur di tanah air. Infrastruktur harus dibangun dengan prinsip prinsip dinamika kendaraan, jenis kendaraan hingga bahan baku infrastruktur serta kualitas dan kuntitas bencana yang akan terjadi.

Di Jepang, infrastruktur dibangun terintegrasi, dimana tidak ada kelas kelas jalan seperti di Indonesia yang diskriminatif, karena jalan dipandang sebagai milik umum tanpa pandang bulu. Siapapun bisa melewatinya sebagai hak asasi warga negara.

Untuk membangun infrastruktur tanggap bencana di suatu wilayah, perlu dibedakan sesuai kualitas dan kuantitas (potensi) bencana yang bisa dilihat dari track record infrastruktur selama ini. Misalnya untuk daerah rawan longsor, perlu dibangun jalan dari beton cor (special concrete) dengan spesifikasi sarat teknologi dan dilarang keras menggunakan bahan baku jalan dari aspal, dan ini jauh lebih menguntungkan dari segi biaya dan daya tahannya.

Sudah saatnya pemerintah segera berbenah berkolaborasi dengan pihak swasta untuk terus mengembangkan model pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur yang berbeda dari biasanya menjadi model yang lebih peka terhadap bencana. Pemetaan jalur rawan bencana dan model konstruksi yang responsif terhadap dinamika bencana harus segera dilakukan. Dengan demikian tak hanya hemat anggaran, waktu dan tenaga, tetapi juga mampu mengantisipasi bencana dikemudian hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline