Panas terik siang hari mengingatkan pada lelehan es krim jadul siap dijilat. Es tong tong adalah nama es krim yang berwarna jambon dijual oleh bapak -bapak yang mendorong kotak es berwarna silver dan membunyikan bel "tong..tong...tong". Harganya saat itu Rp100,00 dengan contong kecil yang sangat memuaskan dahaga. Es berasa santan kelapa yang gurih dengan butiran kasar. Tidak pernah sadar saat es krim habis dan krupuk cone-nya habis dimakan pula.
Ada juga es serut pelangi berwarna warni. Es ini sangat nikmat untuk disesap dan sering membuat gigi ngilu. Rasa sirop yang dibubuhkan di atas es serut sangat manis. Lambat laun, rasa manis memudar dan tinggal bongkahan es yang diemut hingga cair di mulut.
Yang terakhir, kenangan tentang es krim jadul yaitu es cap burung gelatik yang ditempatkan pada wadah tabung dingin. Harganya Rp50,00 saat itu. Es berwarna warni dengan dilapisi kertas. Penjual es ini banyak ditemui di Blitar terutama di makam bung Karno. Es dilengkapi stik yang bisa disesap kapan pun. Es ini memiliki rasa dasar yaitu rasa kacang hijau.
Es krim yang paling kuingat dan dibuat sendiri oleh orangtuaku adalah es krim yang terbuat dari buah yang dibekukan di freezer. Saat itu, kami panen mangga melimpah. Agar hasil panen tidak cepat habis, mangga diblender dan dimasukkan freezer hingga beku. Setelah beku, mangga mengeras dan menjadi es mangga.
Selain itu, ibuku juga pernah jualan es lilin di kulkas dan tetanggaku juga banyak yang beli. Kebanyakan ya dihabiskan oleh anak-anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H