Lihat ke Halaman Asli

Adek Dwi Oktaviantina

Seorang abdi negara yang menyalurkan hobi menulis, bercerita, dan berkawan dengan seluruh lapisan manusia

Dilema Pilihan Ganda

Diperbarui: 4 Oktober 2023   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hidup ini tidak ada yang pasti. Hanya pilihan gandalah yang selalu memberikan jawaban dengan kepastian. 

Quotes Adek Dwi Oktaviantina

Berkaca melalui pengalaman semasa sekolah, saat itu saya memegang teguh prinsip bahwa saya tidak mencontek saat ujian. Beberapa kali pun ditawari oleh orang-orang dan teman untuk mencontek. Saya tidak mau. 

Ada peristiwa yang mendasari itu karena saya menyukai soal esai. yang pertama, soal esai bisa dikerjakan meskipun kamu tidak paham tentang materi apa yang kamu pelajari tetapi soal esai itu bisa dikerjakan karena tipe belajar saya yang auditori yaitu mengandalkan ingatan dari penjelasan guru di kelas. 

Soal pilihan ganda kurang memberikan tantangan untuk mengolah dan menarasikan kata sehingga mudah sekali dicontek tanpa usaha oleh teman yang lain. Bahkan, teman yang malas pun mendapatkan nilai lebih baik hanya karena dia pintar mencontek. 

Yang kedua, soal esai tidak bisa ditiru persis. Apalagi jika tulisan yang diconteknya jelek. Jika ada yang meniru sama persis, pasti guru curiga manakah yang asli. Oleh karena itu, soal esai membuat pelajar sangat kreatif membuat jawaban meskipun mereka tidak benar-benar belajar. Dengan jawaban paling sembarangan, siswa tersebut sudah belajar mengarang. Kognitifnya bekerja. Berbeda dengan soal pilihan ganda jika tidak bisa dikerjakan. Pelajar menghitung kancing atau tebak buah manggis. 

Yang ketiga, janganlah mencari kemudahan dalam menilai pilihan ganda bagi guru atau pengajar. Menilai pilihan ganda sangat mudah. Hanya dengan membuat bolongan kertas yang memudahkan penilaian. Mari berpikir tentang dampak jangka panjang dari proses pertumbuhan kognitif siswa yang harus sejalan dengan kognitif bloom. Pada usia SMP dan SMA, siswa seharusnya menguasai tahapan kognitif yang meningkat. Pada tingkat SD, siswa belajar mengidentifikasi dan menentukan jenis. Pada tingkat SMP, siswa harus belajar memahami dan menjelaskan konteks. Pada tingkat SMA, siswa harus bisa membuat analisis sederhana seperti membuat makalah dan laporan. Yang tentu saja itu diakomodasi dengan soal bentuk esai. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline