[caption id="attachment_190878" align="aligncenter" width="600" caption="Seorang bocah tengah mendalang, sumber: http://festivaldalangbocah.com"][/caption] Bagaimana jika para bocah menjadi dalang? Dalang akrab sekali dengan pewayangan. Wayang adalah kesenian khas Indonesia yang sudah diakui oleh UNESCO. Namun bisakah kita memastikan wayang akan selalu lestari dan ada yang melestarikannya? Hampir tidak bisa kita pastikan wayang bisa bertahan dari gempuran sedemikian banyak budaya luar yang belum tentu sama baiknya. Kemajuan perekonomian dan peradaban, kemajuan teknologi mendorong kita untuk lebih sering meninggalkan sesuatu yang tradisional karena hal tersebut dikira tertinggal. Padahal semestinyalah kemajuan perekonomian dan peradaban serta kemajuan teknologi tersebut diaplikasikan guna lebih mencintai kesenian tradisional. Kesenian wayang sangat tergantung kepada dalang karena dalang adalah aktor utama dalam pementasan wayang. Dalang diartikan sebagai:
Seorang dalang adalah seniman komplet. Disebut demikian karena seorang dalang adalah sutradara dan juga pemain utama. Selain menggerakkan wayangnya, ia juga membahasakannya, melawak, bahkan melantunkan ajaran kerohanian. Seorang dalang adalah juga dirigen dari gamelan.
Seorang dalang adalah seorang seniman yang komplet. Ia punya banyak keterampilan dan kemampuan. Dalang adalah sutradara sekaligus aktor utama. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam melahirkan generasi penerus dalang di Indonesia. Artinya tidak mudah untuk menciptakan seorang dalang, mungkin lebih mudah membuat 100 mobil karena alat-alatnya sudah tersedia. Oleh karenanya kita sangat bersyukur jika ada pihak yang peduli dengan seni tradisional wayang dengan mengadakan festival dalang bocah. Ini sebuah langkah kecil dari ribuan langkah kecil lainnya untuk tetap melestarikan wayang di Indonesia. Saya percaya, tujuan festival ini tidak lebih daripada menimbulkan kepedulian kita terhadap seni tradisional wayang dimana dalang termasuk di dalamnya. Kalaulah bukan kita sendiri yang peduli dengan wayang dan dalang, suatu waktu nanti kesenian ini mungkin lenyap dari bumi Indonesia. Tugas untuk terus melestarikan wayang ini saya kira memiliki tantangan yang cukup berat. Sebagian besar anak-anak sudah lebih dulu bersentuhan dengan gadget sebelum mereka mengetahui apa itu dalang dan wayang. Apalagi jika kita lihat lebih jauh, wayang dan dalang bukan sesuatu yang menarik bagi anak-anak untuk dipelajari. Mereka lebih suka menghabiskan waktu di Facebook dan bermain game online. Tidak itu saja kemajuan internet dan gadget sepertinya telah melenakan anak-anak terhadap budaya tradisi pada umumnya. Tidak itu saja, mungkin hanya anak-anak tertentu saja yang berminat menjadi dalang. Sebagian mereka berasal dari ayah atau kakek yang cukup akrab dengan wayang dan dalang. Fakta ini dibenarkan oleh Mudjiono. Menurutnya mendalang pada usia belia hanya menjadi wilayah bermain bagi anak-anak keturunan dalang. Minat itu muncul karena dalam keluarga dalang biasanya lingkungan yang mendorong para bocah menyukai wayang terbangun sangat kuat. Tentu saja untuk tetap melestarikan wayang dan dalang hal di atas tidaklah cukup. Perlu banyak generasi baru dalang agar kesenian wayang dan perdalangan tetap berdiri. Butuh banyak waktu dan pengorbanan agar kesenian ini terus berkembang seiring perkembangan zaman. Pertanyaannya, apa upaya ke arah tersebut? Terdapat dua sisi yang harus dikembangkan. Dari sisi dalang dan penonton. Pertama. dalang tidak diciptakan secara instan. Bila kita lihat profesi dalang merupakan profesi yang sangat lengkap. Ini artinya butuh banyak belajar untuk benar-benar menjadi dalang. Dalang harus sudah diperkenalkan semenjak anak-anak. Ada baiknya di awal kemauan mereka untuk menjadi dalang disuguhi sesuatu yang membuat mereka senang. Mungkin tidak perlu kurikulum, belajar sesuai kesenangan pada tahap awal dan strategi lainnya. Kedua, dalang tidak lagi harus berasal dari mereka yang memiliki keturunan dalang. Dalang harus dimasyarakatkan dan diberitakan secara intensif melalui berbagai media. Anak-anak yang berhasil menjadi dalang harus diapresiasi dengan baik agar anak-anak lainnya menjadi tertarik menjadi dalang. Kedua perlombaan untuk menguji sejauh mana para dalang bocah menguasai teknik pedalangan. Perlombaan dalang harus lebih banyak. Festival semacam dalang bocah tidak perlu menargetkan banyak hal. Tidak perlu menargetkan terbentuknya dalang bocah yang cukup banyak, lalu kemudian dilupakan. Hal yang lebih penting adalah menumbuhkan awarenes anak-anak terhadap dalang. Bahwa menjadi dalang itu sesuatu yang patut dan dihargai layaknya profesi lainnya sehingga menjadi dalang bukan karena keterpaksaan, tetapi karena keinginan. Sisi kedua adalah dari para penikmat atau penonton. Kita tidak bisa membayangkan bilamana ada pagelaran wayang, tetapi penontonnya tidak ada atau yang hadir sangat sedikit. Ini artinya perlu juga mengedukasi penonton agar mereka mau menonton pagelaran wayang. Tentu dalang akan sangat senang jika penonton bisa menikmati lakon yang ia bawakan. Apresiasi penonton merupakan elemen penting agar dalang tetap mau untuk melakukan pementasan. Penonton yang banyak merupakan motivasi tambahan super bagi dalang untuk terus menekuni profesi mereka. Kesenian tradisional cenderung tidak menarik bagi penonton di zaman internet ini karena ada hiburan lain yang lebih menyenangkan, misalnya saluran televisi dari berbagai negara. Untuk itu perlu membuat kesenian tradisional seperti wayang menarik, ditungu-tunggu dan menjadi hal yang perlu untuk ditonton agar bisa bersaing memperebutkan penonton dengan jenis hiburan lainnya. Dua faktor tersebut akan berpengaruh besar bagi masa depan wayang dan dalang. Dengan mensinergikan kedua faktor tersebut saya percaya masa depan wayang dan dalang akan terjamin seiring kemajuan zaman.
Sumber: www.seasite.niu.edu, warta.pepadi.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H