Lihat ke Halaman Asli

Maaf Saya Memakai Topeng

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1339137777647014728

[caption id="attachment_181554" align="aligncenter" width="600" caption="Bertopeng membawa keberuntungan, termasuk memeluk dengan mesra Catherine Zeta Jones, sumber: http://i2.listal.com"][/caption] Buka dulu topengmu, begitu kata lirik sebuah lagu. Oleh karena saya bertopeng perlu juga saya buka topeng saya. Namun masalahnya bagaimana cara membuka topeng tersebut karena seluruh diri saya sebenarnya topeng, nah kalau topeng tersebut dibuka, tentu saya tak sanggup untuk telanjang, bisa masuk angin. Soal topeng, sebenarnya bukanlah kaji baru. Bila saya ingat pahlawan pertama saya adalah pahlawan bertopeng alias ZORRO. Zorro ini maknyus tenan, hampir tidak ada lawan. Semua dibabat habis dan kisahnya pun kemudian diangkat ke film layar lebar (dulu saya nonton film kartunnya). Ini artinya bertopeng itu tak salah, yang bilang  salah siapa coba? Bila kita dekat-dekat sedikit ke filsafat nyeleneh ala KR (jangan tanya apa itu KR) sebenarnyalah manusia hampir tidak ada yang tidak bertopeng. Kadang topeng kita pakaikan di wajah, kadang topeng kita simpan di tas, dan tidak jarang topeng kita masukkan ke hati kita. Nah kalau sudah demikian, topeng itu seperti suatu keharusan bukan? Saya sendiri makhluk yang suka bertopeng dibalik wajah seorang pebalap. Topeng saya ini sebenarnya bikin repot, dan bisa-bisa menyebabkan saya menjadi pribadi yang terpecah, yaitu di antara menjadi pebalap profesional F1 atau menjadi penulis tekno abal-abal. Kadang juga topeng tersebut sudah sedemikian dalam di kehidupan saya, orang memanggil saya dengan nama topeng saya. Nama asli saya kabur entah ke mana, tapi apakah perlu saya melepas topeng? Tidak banyak dari kita yang mau menghabiskan energi untuk membahas banyak topeng di kehidupan ini, termasuk Tari Topeng dari Cirebon. Kadang kita hanya mengira-ngira dengan ilmu yang amat terbatas adanya gejala pertopengan. Kadang kira-kira itu lebih banyak salahnya dibandingkan benarnya sehingga topeng yang kita bicarakan menjadi polemik yang menghabiskan energi. Wong Topeng kok dimasukkan ke hati. Pernah dulu seseorang bercerita kepada saya, entah dimana, entah lewat mana, yang mana yang dibicarakannya itu adalah hal-hal yang menyangkut pertopengan. Orang ini luar biasa banyak topengnya, maklum ia perajin topeng. Topeng itu menjadi penyambung hidupnya, dengan topeng bahkan ia bisa berjualan dan cukup kaya. Ini artinya topeng itu bermanfaat, bukan? Saya juga mempraktikkan hal yang sama dengan orang tersebut. Jangan dikira saya tak punya topeng, lho. Sehari-hari saya berlindung dibalik berbagai macam topeng. Mengapa, karena saya ini manusia, coba kambing, mana bisa ia menggunakan topeng ke tempat penjagalan, bisa-bisa dikira manusia. Pernah juga saya membaca, sebuah buku serius mengenai Salahuddin Al Ayubi, panglima Islam yang merebut Yerusalem. Di salah satu bagian buku itu, ada seorang orang tua yang berpura-pura buta lalu memberikan nasihat-nasihat dengan sangat baik hingga banyaklah murid yang ingin belajar kepadanya. Si buta itu pura-pura buta, alias bertopeng orang buta untuk bisa memegang paha murid lelaki yang ingin belajar kepadanya. Saya kira ini manfaat lain dari hal pertopengan. Saya kira Topeng sesuatu yang sangat menarik hingga saya tak mau melepasnya. Nah anda jangan bohong, pasti pernah memakai celana dalam sebagai topeng, bukan? Note: Artikel Ini Tidak Sepenuhnya direkomendasikan oleh @KoplakYoBand




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline