[caption id="attachment_178521" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi, sumber: http://www.techifi.com"][/caption] Anda suka mengambil gambar dengan kamera? Kamera kini sangat mudah didapatkan. Bila anda membeli basic phone, kini sudah ada kamera yang di- attach di ponsel tersebut. Demikian juga smartphone dan tablet, fitur kamera merupakan salah satu fitur wajib yang tidak boleh tidak ada. Kini, konsumen makin dimanjakan dengan piksel di fitur kamera smartphone yang makin besar hingga mencapai 41 Mpx seperti yang terdapat di Nokia Pure View. Selain itu, kamera murni (artinya bukan kamera yang di-attach di ponsel atau tablet) seperti kamera saku untuk pemula dan kamera high end untuk para profesional makin banyak saja. Produsen berlomba-lomba membuat kamera karena semakin banyak saja orang yang ingin mengambil gambar, apakah gambarnya sendiri, keluarga, teman, dan lain sebagainya. Namun tahukah anda bahwa mengambil gambar dengan kamera bisa saja dilarang di tempat-tempat tertentu? Ini artinya tidak semua tempat bisa anda ambil gambarnya, misalnya pangkalan militer. Sebuah artikel menarik di Life Hacker memberikan guidance bagi anda yang suka jepret-jepret dengan kamera, apa pun bentuknya, apakah itu kamera ponsel atau kamera saku. Artikel ini memberikan beberapa panduan umum, bagaimana anda seharusnya mengabadikan gambar yang diperbolehkan. Coba kita lihat beberapa guidance tersebut. 1. Aturan Umum, Bila Bisa Melihatnya, Anda Bisa Memotretnya/Mengambil Gambarnya Suatu hari, di pagi hari setelah mengantar anak saya sekolah, saya mengeluarkan kamera saku dari tas. Kamera ini memang selalu saya bawa di dalam tas. Tak lama kemudian, mobil yang hilir mudik di jalanan, papan reklame yang tinggi menjulang, polisi yang sedang mengatur lalu lintas dan masih banyak lainnya saya ambil gambarnya. Pada dasarnya saya tidak tahu aturan, apakah saya diperbolehkan mengambil gambar objek-objek tersebut. Namun karena tidak ada pihak keberatan saya ambil gambarnya, ini artinya diperbolehkan. Dari sini bisa saya simpulkan bahwa apa yang bisa saya lihat, diperbolehkan untuk diambil gambarnya dengan menggunakan kamera. Hal ini merupakan aturan umum yang pada dasarnya memolehkan setiap orang mengambil gambar di area publik. Life Hacker mengungkapkan:
Your basic right is actually pretty simple: if you're in a public place and you can see it, you can shoot it. This means as long as you're in a public location you can legally take almost any picture.
2. Milik Pribadi di Area Publik Tentu anda pernah berwisata ke berbagai tempat, mengunjungi sebuah perusahaan atau berkunjung ke restoran. Saya pernah sekali mengalami ketika masih belajar menggunakan kamera digital tahun 2006 yang lalu untuk pertama kali. Waktu itu saya ingin memfoto sebuah perusahaan penyedia air bersih di Bogor. Saya tidak masuk ke dalam lingkungan perusahaan tersebut, hanya mengabadikandari luar dan ingin memotret plang namanya saja. Namun satpam yang tahu saya memotret malah mengusir saya. Untungnya kamera saya tidak diminta. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi saya. Padahal di pintu masuk perusahaan tersebut tidak tercantum No Photography. Menurut Life Hacker:
Generally if a private property is open to the public (like a restaurant, retail store, tourist areas, etc) you are allowed to take photographs and video unless it is expressly posted somewhere on the premise that you can't. In most cases it's okay to assume you're allowed to take pictures and video in a shop that doesn't expressly forbid it. However, if a property owner (or store employee) tells you to stop, you have to stop. More importantly, use good judgement and assess the situation and environment before snapping pictures.
Ini artinya pada kasus-kasus tertentu ada larangan untuk mengabadikan gambar. Contohlah di tempat wisata, pada bagian-bagian tertentu tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar. Jika demikian, anda harus taat aturan, jangan melanggar aturan yang ditetapkan jika tidak ingin bermasalah. Hal yang penting terutama bagi mereka yang aktif bergerak di media warga adalah apakah mereka diperbolehkan mengambil gambar seperti layaknya jurnalis profesional yang memiliki kode etik tertentu yang sudah baku. Sebenarnya bukan sekali dua hasil foto jurnalis warga memiliki nilai yang tinggi. Kejadian jatuhnya sebuah bis sebagaimana diabadikan oleh Mak Dian Kelana merupakan bukti bahwa jurnalis warga memiliki potensi yang besar dalam meliput peristiwa dan mengabadikannya melalui kamera atau video. Pada umumnya, sesuai dengan aturan umum, sesuatu yang bisa dilihat di area publik bisa diambil gambarnya atau videonya oleh siapa saja. Hal ini merupakan dasar umum yang perlu kita ketahui, bahwa jika terjadi suatu peristiwa, jurnalis warga diperbolehkan untuk mengambil gambar. Hal ini pernah juga saya alami, ketika mengambil beberapa gambar mobil-mobil angkutan liar yang parkir di lampu merah di persimpangan Ciawi hasil kolusi beberapa oknum petugas. 3. Hati-Hati Membagi Foto Anda Jika mengambil gambar bisa sangat mudah, membagi foto terutama secara online belum tentu aman seratus persen. Ketika saya mengambil gambar seorang oknum petugas polisi secara sembunyi-sembunyi yang asyik mengobrol dengan pengurus mobil angkutan liar (bukan malah mengatur lalu lintas) saya senang sekali. Namun akhirnya foto tersebut saya hapus dan tidak saya bagi di internet karena takut akan akibat yang ditimbulkannya. Ini artinya mengambil foto mungkin lebih mudah, namun membaginya secara online mungkin perlu beberapa kali putar otak. Jangan-jangan foto tersebut malah menimbulkan berbagai masalah di kemudian hari. Ini harus dipikirkan dan jika sudah siap tidak masalah kalau dibagi di internet seperti Flickr, Facebook atau Twitter. Perlu juga untuk melakukan editing seperti memberikan water mark sebelum foto diupload ke internet. Namun beberapa fotografer profesional yang saya temui situsnya di internet banyak yang menggratiskan foto-foto bagus yang mereka ambil, sepanjang tidak digunakan untuk kepentingan komersial. Saya terkadang malah heran, foto-foto yang menurut saya amazing dibiarkan begitu saja dan digunakan banyak orang. Namun tentu ini kembali lagi ke masing-masing individu, bagi fotografer profesional, uang mungkin bukan segalanya sehingga mereka mudah sekali membagikan karya mereka secara gratis. Berkat kemajuan media sosial, makin banyak orang yang membagi foto pribadi dan keluarganya di media sosial. Ada perlunya anda membatasi foto pribadi yang anda upload di media sosial karena berbagai kemungkinan yang tidak bisa anda perkirakan terjadi di masa depan. Semoga Bermanfaat. Sumber: Life Hacker
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H