Lihat ke Halaman Asli

Ironi Lagi, Pernikahan Seharga 12 Miliar

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musuh memberi kita bentuk. Kata-kata itu saya kutip dari Goenawan Mohamad di salah satu Catatan Pinggirnya sekitar tahun 1990-an. Bila demikian, mungkin apa pun yang dilakukan oleh orang lain yang kita anggap sebagai musuh akan memberikan bentuk tertentu kepada kita, mungkin berupa tindakan. Demikianlah, sebenarnya setiap yang tidak kita sukai belum tentu berubah menjadi musuh dan dianggap sebagai musuh. Mungkin pejabat di atas sana yang tiada habis puasnya bergelimang kesenangan tidak kita sukai, tapi mungkinkah mereka kita anggap musuh? Bisa jadi pejabat dan anak pejabat yang menari-nari dengan uang miliaran itu bukan musuh, mungkin mereka adalah diri kita sendiri dalam bentuk dan posisi yang lain. [caption id="attachment_143299" align="aligncenter" width="565" caption="12 miliar tidak terlalu banyakkah? Sumber: http://2.bp.blogspot.com"][/caption] Orang miskin di negeri ini teramat banyak. Saya juga miskin, uang seribu sehari harus dihitung dengan cermat agar akhir bulan yang masih panjang bisa terlewati dengan aman. Namun selalu saja, tidak pernah berakhir dengan baik, selalu saya harus berutang. Kata orang tua utang selingkar pinggang, demikianlah adanya. Saya percaya banyak orang lain di negeri ini yang senasib, bahkan mungkin lebih buruk nasibnya dibandingkan saya. Ketika saya membaca angka 12 miliar, air liur tiada sengaja menetes. Amboi, ya Tuhan, mengapa tidak Kau beri saja uang itu kepada saya? Mengapa untuk suatu perkawinan, yang aslinya hanya semalam di malam pertama (setelah itu menjadi hal yang biasa) harus menghabiskan uang 12 miliar? Ya Tuhan mengapa mereka mudahnya mengeluarkan uang yang hampir tidak pernah keluar dari ucapan kaum miskin itu? Tuhan tiada mendengar, bahkan mungkin ia sudah capek melihat negeri yang tidak juga mengerti ini. Negeri dengan kontradiksi teramat dalam, anak-anak mengais sesuap nasi di jalan, penganggur menjadi penjahat dalam semalam, pemerkosa tidak ingin dipersalahkan karena nafsu bejad disebabkan iklan. Amboi, ya Tuhan, cobalah mengerti mungkin engkau bisa mengingatkan, 12 miliar amatlah banyak dan telalu banyak untuk membangun lima sekolah, lima puskesmas dan menyelamatkan generasi muda negeri ini dari narkoba. Mungkin saya orang iseng yang selalu saja iseng melihat polah orang. Saya iseng karena saya memang miskin dan tidak punya uang sebanyak 12 miliar. Amboi ya Tuhan mengapa ketika mendengar 12 miliar untuk satu malam saya merasakan ketidakadilan? Mungkinkah keisengan saya ini dibentuk oleh musuh saya karena musuh saya telah memberi saya bentuk? 12 miliar bukan sedikit. Bagi mereka yang hanya punya 10.000 rupiah bahkan kurang jumlah itu akan bisa menenggelamkan mereka. Bila mana ini kita sebut ironi karena 12 miliar begitu mudahnya keluar dari mereka yang berpunya. Uang itu mungkin dari warisan nenek moyang mereka, siapa yang peduli. Uang itu tidak mungkin berasal dari berutang kiri-kanan atau ke tetangga layaknya kebanyakan tetangga saya yang ingin menkhitankan anaknya. 12 miliar, amboi jumlah yang membuat saya berputar-putar, pusing mengira-ngira akan seperti apa jika dibelanjakan kepada jutaan orang miskin di negeri ini yang hanya makan satu kali sehari. Ironi. Kita suka atau tidak akan selalu bersua dengan ironi. Di saat saudara-saudara Papua kita berjuang di SEA Games, tanahnya dijual ke pemodal asing. Di saat begitu banyak kemiskinan 12 miliar melayang untuk semalam. Ironi karena saya tidak punya uang sebanyak itu. #ironi #ibasaliya #pernikahan12miliar




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline