Banyak yang percaya bahwa pendidikan sastra tidak ada artinya di era globalisasi. Pendidikan teknologi dan bisnis sangat relevan di era globalisasi di abad mendatang. Hal ini sejalan dengan evolusi era yang semakin global yang membutuhkan peralatan dan infrastruktur teknis yang canggih seperti komputer, peralatan telekomunikasi dan transportasi yang canggih. Belajar sastra sangat penting bagi siswa.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran apresiasi sastra mengemban misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya tanggap terhadap peristiwa sekelilingnya, (Oemarjati dalam Rohmadi dan Subiyantoro, 2011:69).
Oleh karena itu, guru sastra Indonesia tidak boleh mengabaikan pembelajaran sastra. Guru dituntut harus kreatif dan inovatif agar pembelajaran sastra tidak membosankan dan tujuan tercapai.
Ajaran apresiasi sastra harus mewakili karya sastra itu sendiri dan oleh karena itu memerlukan dukungan kelembagaan. Mengajar sastra tanpa karya sastra adalah omong kosong. Pengajaran sastra Indonesia di sekolah tidak sepenuhnya mendukung peningkatan keterampilan dan kreativitas siswa.
Siswa pada tingkat tertentu lebih cenderung mengandalkan konsep dan pengenalan formal bahasa tertentu. Untuk merangsang kreativitas siswa, kita perlu mencari rangsangan yang membuat siswa berpikir. Kelas sastra yang merupakan bagian dari kelas bahasa tidak membantu mengatasi "kekurangan" kreativitas siswa. Untuk itu, sudah saatnya frekuensi pelajaran sastra menjadi proporsi yang signifikan dari pelajaran bahasa Indonesia.
Masalah utama dalam mempelajari sastra di sekolah adalah ketidakmampuan siswa membaca karya sastra dengan benar. Padahal, kunci untuk membuka ilmu pengetahuan adalah membaca, membaca, dan membaca, (Santoso, 2015:2). Agar pembelajaran kita tepat waktu dan relevan dengan situasi, kita perlu mengatasi beberapa hambatan klasik yang selama ini menjadi keluhan.
Ada dua faktor yang disoroti untuk menunjang pembelajaran sastra di sekolah dalam menghadapi tantangan global yang akan datang agar relevan dengan situasi dan tuntutan zaman, yaitu (1) peran guru dalam memahami konsep pembelajaran sastra, (2) strategi pembelajaran sastra yang menyenangkan dan menanamkan kerinduan. Dua faktor ini menjadi kunci utama pokok strategi keberhasilan pembelajaran sastra di sekolah dan tantangan abad yang akan datang dalam era globalisasi.
Masalah kurikulum yang berubah dapat ditangani oleh guru yang memiliki pengalaman mengajar sastra kepada siswa. Masalah minat siswa diatasi oleh guru sastra yang pandai mendorong, semangat, memotivasi, menginspirasi dan menginspirasi kreativitas, serta menciptakan kecintaan siswa terhadap karya sastra.
Kecintaan siswa terhadap karya sastra dapat merangsang semangatnya untuk mengapresiasi karya sastra dan memperluas pengetahuannya untuk menghadapi persaingan tantangan abad.
Pemahaman siswa yang baik dapat menciptakan tingkat kreativitas yang tinggi. Pembelajaran sastra adalah dunia keterampilan intuitif, imajinatif dan kreatif. Oleh karena itu, keterampilan intelektual atau kognitif masih diperlukan, tetapi kepekaan yang lebih intuitif juga diperlukan untuk mendekati karya sastra.
Oleh karena itu, pembelajaran sastra juga harus bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intuitif dan emosional siswa dalam memahami pesan-pesan yang terkandung dalam karya sastra. Proses pemahaman sastra yang komprehensif setidaknya membutuhkan dukungan keterampilan intelektual.